TEMPO.CO, Denpasar - Aroma bekas puntung rokok menguar ke udara di seni intalasi berjudul Earth Is Not Ashtray. Seni intalasi berukuran 25 meter persegi itu karya desainer arsitek Yoka Sara yang dipajang di Lapangan Puputan Badung dalam Festival Malu Dong untuk memperingati Hari Bumi.
Yoka Sara mengatakan instalasi seni tersebut melalui proses dari pemungutan sampah di Pantai Mertasari. Kegiatan memungut sampah di pantai itu rutin dilakukan oleh Malu Dong Community setiap hari hari Minggu.
Baca: Seperti Apa Urban Farming Buatan Warga Anak Kali Ciliwung?
"Selama ini puntung rokok itu terabaikan sebagai sampah. Instalasi seni ini berproses menjadi media kampanye untuk mengejutkan pikiran orang," katanya saat ditemui Tempo di Lapangan Puputan Badung, Denpasar, Minggu, 23 April.
Puntung rokok yang dikumpulkan sejak Oktober 2016 itu berjumlah lebih dari 1000. Instalasi seni itu terdiri atas puntung rokok yang berserakan dikelilingi cermin. Di antara puntung-puntung rokok terdapat beberapa kardus, dan bekas botol air mineral kemasan. Dinding luar cermin dilapisi seni lukis mural saat Bali Tolak Reklamasi Art pada 2015.
"Saya menghadirkan lagi karya teman-teman di instalasi ini untuk mengingatkan kembali. Kami menolak reklamasi Teluk Benoa dan menolak sampah," ujarnya.
Baca: Jangan Bilang Cinta Bumi kalau Tidak Peka dengan 5 Hal Ini
Direktur Festival Malu Dong itu menjelaskan bahwa puntung rokok salah satu jenis sampah yang sulit mengurai. Di instalasi itu ada beberapa puntung rokok yang sudah lebih dari dua tahun namun tidak mengurai.
"Puntung-puntung rokok di pantai masuk ke air laut dan kembali ke pantai sampai mengeras. Kertas puntung memang hilang tinggal busa saja itu yang mengeras, dan mengambang di air," tuturnya.
Selain untuk memperingati Hari Bumi, penyelenggaraan Festival Malu Dong untuk memperingat ulang tahun Malu Dong Community (MDC), 23 April. Acara tersebut dikelola secara independen dan swadaya.
Baca: Kisah Minyak Pecel Lele dan Penerang di Hari Bumi
Malu Dong Festival diisi berbagai pelatihan pengolahan sampah. Ada juga pemutaran film dokumenter tentang lingkungan, diskusi, melukis mural, dan pameran fotografi. Di akhir acara akan ditutup pementasan grup musik beraliran grunge, Navicula.
Koordinator Program Malu Dong Festival I Putu Hendra Arimbawa menjelaskan ada 40 komunitas yang terlibat dalam Malu Dong Festival. Ia bersama rekannya Julien Goalabré dalam acara tersebut mengadakan workshop melukis spanduk bekas. Spanduk-spanduk tersebut dari karya anak-anak sekolah dasar.
Baca: Sekolah di Atas Bukit, Buku Inspiratif di Hari Bumi
"Kita lupa kalau banner itu plastik. Itu sulit terurai, jadi kami gunakan itu sebagai kampanye seni lukis," katanya. "Spanduk mudah dicari dan ditemukan."
BRAM SETIAWAN