TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuka rekaman pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP Miryam S. Haryani. Beberapa anggota bahkan siap mundur dari Komisi Hukum bila pengakuan Miryam soal ancaman dari anggota Dewan benar.
Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan menyampaikan bahwa Miryam diancam oleh enam anggota DPR. Satu orang ia lupa namanya, dan lima lainnya adalah anggota Komisi Hukum DPR. Miryam diminta agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Baca juga: DPR Desak Buka Rekaman Pemeriksaan Miryam, KPK Menolak
Wakil Ketua Komisi Hukum Benny K. Harman mendesak KPK membuka rekaman itu. "Kalau betul, kami mundur dari Komisi III. Ini taruhan," kata dia dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 April 2017.
Namun sebaliknya bila ternyata keterangan itu tidak ada dan hanya rekayasa, maka ia mempertimbangkan agar lembaga antirasuah itu dibubarkan. "Ini kejahatan. Masa rekayasa begitu," tuturnya.
Politikus Partai Demokrat itu meminta KPK membuka rekaman itu malam ini juga. Bila keterangan dari Miryam benar, ia siap mundur saat itu juga.
Hal serupa disampaikan oleh Ketua Komisi Hukum Bambang Soesatyo. "Bukan hanya sampeyan yang mundur, saya juga," tutur politikus Partai Golkar ini.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Hukum Desmond J. Mahesa berujar KPK seperti sedang melakukan pembusukan terhadap DPR. Pasalnya, KPK enggan membuka rekaman itu dan hanya menunjukkan bahwa informasi ancaman itu didapatkan dari lebih satu orang. "Kalau tidak ada rekaman, maka betul ini rekayasa," ucapnya.
Simak pula: Sidang E-KTP, Jaksa: Ada Hal Tak Logis dari Kesaksian Miryam
Senada dengan Benny dan Bambang, Desmond menyatakan akan mundur bila Miryam benar-benar mengaku diancam oleh enam orang anggota dewan termasuk dirinya.
"Saya ingin dipanggil di pengadilan. Saya ingin buktikan siapa yang benar, Miryam atau penyidik KPK?" tuturnya.
Menanggapi desakan anggota ini, Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menegaskan pihaknya tidak bisa memberikan rekaman itu. Menurut dia, nama-nama itu disusun berdasarkan keterangan lebih dari satu orang. "Di pengadilan keterangan itu bisa di-challenge apakah ia berbohong atau tidak," kata dia.
AHMAD FAIZ