TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat mengkritik ide Kementerian Agama, yang ingin membentuk lembaga penjamin mutu pesantren. Ketua Komisi Agama DPR Ali Taher menilai pembentukan lembaga baru, seperti penjamin mutu pesantren, merupakan pemborosan anggaran. “Lebih baik tugas lembaga itu digabung dengan Badan Standar Nasional Pendidikan atau Badan Akreditasi Nasional saja,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Minggu, 16 April 2017.
Menurut Ali, saat ini, berbagai lembaga tidak memiliki banyak tugas. Sebaiknya pemerintah memperkuat lembaga yang tugas pokok dan fungsinya mirip dengan lembaga penjamin mutu pesantren, misalnya menambah poin pesantren dalam pengawasan suatu lembaga. “Pemerintah hanya perlu meningkatkan koordinasi antarlembaga sehingga anggaran yang digunakan pun efektif dan efisien,” katanya.
Baca: Istigasah Kubro, Maklumat NU Singgung Kebangkrutan Moral
Niat pembentukan lembaga penjamin mutu pesantren disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Amin saat membuka lokakarya Peningkatan Kompetensi Ustadz dan Ustadzah Pendidikan Pesantren di Bekasi, Jumat, 14 April 2017. Kegiatan itu diikuti guru pesantren dari Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta.
Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kiai Haji Maman Imanulhaq berpendapat sama dengan Ali. Maman menduga lembaga itu nantinya bertugas menyetarakan semua pesantren di Indonesia. Ia menyarankan, daripada memikirkan penyetaraan, lebih baik pemerintah berfokus pada peningkatan sarana dan prasarana pesantren di seluruh Indonesia.
Baca: Ulama Perempuan Bakal Gelar Kongres Ulama di Cirebon
Menurut Maman, masalah yang dihadapi pesantren selama ini adalah kurangnya sarana-prasarana untuk peningkatan mutu. Contohnya, masih banyak pesantren yang tidak memiliki akses Internet yang baik. “Negara sebaiknya membantu pesantren mendapatkan akses Internet. Sehingga pesantren juga mendapatkan akses informasi yang lebih modern untuk meningkatkan agama,” ucapnya.
Pesantren, kata Maman, memiliki keunikan masing-masing. Ia mencontohkan pesantren tempat belajar anaknya memiliki peternakan besar. Ia pun mendengar ada pesantren yang memiliki perkebunan besar. Negara, kata Maman, bisa berkontribusi dalam peningkatan pengetahuan siswa pesantren di bidang peternakan dan perkebunan. “Sehingga tidak hanya ilmu agama, ilmu wirausaha pun didapat,” katanya.
Baca: LIPI: Indonesia Harus Punya Peran Perbaiki Citra Islam
Selain itu, dia menilai setiap pesantren memiliki kekhususan. Ada pesantren yang baik di bidang ilmu fikih dan ada yang unggul di bidang ilmu agama lain. Pemerintah bisa berkontribusi dengan memberikan buku terbaik dan terbaru tentang ilmu-ilmu agama spesifik itu untuk setiap pesantren. “Daripada menyetarakan semua pesantren dengan penjaminan mutu, lebih baik meningkatkan kekhususan dan keunggulan ilmu agama di masing-masing pesantren,” kata Maman, yang juga anggota Komisi Agama DPR.
Kamaruddin Amin menyebutkan, saat ini, ada 4 juta santri yang tersebar di 30 ribuan pesantren di Indonesia. Sepuluh persen dari jumlah santri itu tidak mendapatkan pendidikan formal. Artinya, ada 400 ribu santri bernaung di pesantren yang tidak memiliki lembaga sekolah, seperti madrasah, sehingga mereka hanya mempelajari ilmu agama tanpa ilmu pengetahuan lain. Kurikulum yang digunakan di pesantren pun belum berstandar dan hanya disesuaikan dengan keinginan kiai atau pemilik pesantren.
Baca: Ketua PBNU Akui Banyak Khatib Belum Layak dan yang Maki-maki
Lembaga penjamin mutu itu nantinya merumuskan standardisasi proses belajar-mengajar di pesantren berikut kurikulum dan bahan ajar. Kitab-kitab yang akan digunakan pun akan dibahas di lembaga tersebut. “Pesantren akan punya standar minimal," katanya. Pesantren pun, dia menambahkan, akan mendapat pendidikan tentang wawasan kebangsaan. Pendidikan formal tentang kenegaraan itu diharapkan dapat mencegah pesantren dijadikan pintu masuk paham radikal.
MITRA TARIGAN