TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti bidang hukum Indonesia Corruption Watch, Lalola Ester, mempertanyakan protes Dewan Perwakilan Rakyat terhadap atas pencekalan terhadap Setya Novanto. Menurut dia, protes terhadap status pencekalan Novanto menghambat pengusutan kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
"Kalau DPR mau kasus ini selesai, dukung, dong, kinerja KPK. Ngapain malah mengajukan keberatan cekal terhadap SN (Setya Novanto). Motif ini harus dicari tahu," kata Lalola seusai acara Ngobrol-ngobrol Santai Regenerasi Antikorupsi di markas band Slank di Jalan Potlot III, Jakarta Selatan, Rabu 12 April 2017.
Baca: Setya Novanto Dicekal, Istana Sebut Nota Protes DPR Salah Alamat
Setya, yang menjabat Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar, dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan oleh KPK. Komisi antirasuah itu menilai Setya merupakan saksi penting dalam perkara megakorupsi dengan tersangka Andi Narogong itu. Kasus ini mendakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
Pimpinan DPR pun meradang dengan mengirimkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo terhadap status tersebut. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai pencegahan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-IX/2011 tentang uji materi Undang-Undang Keimigrasian. Ia meminta Presiden membatalkan status cekal tersebut.
Simak: DPR Protes Setya Novanto Dicekal, JK: KPK Tak Bisa Diintervensi
Lalola menilai magnitude kasus e-KTP besar dan diduga melibatkan banyak orang. Tak hanya itu, kata dia, jumlah kerugian negara sebesar Rp 2,9 triliun pun sangat besar sehingga orang yang punya kepentingan dan terlibat berpotensi melakukan perlawanan. "Ini perlawanan dari DPR, dan DPR apa urusannya," ucapnya.
Serangan DPR ini, Lalola menambahkan, juga berkaitan dengan serangan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, oleh dua orang tak dikenal. "Rangkaian itu tidak bisa dilepaskan satu sama lain karena KPK mengeluarkan cekal sebelum serangan itu," ujarnya.
ARKHELAUS W.
Baca juga: DPRD Jawa Tengah: Pejabat Publik Kok Jadi Inisiator Cabang FPI?