TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Irene Putri menyatakan akan menyelidiki pertemuan di kawasan Jalan Fatmawati untuk mengungkap pengaturan tender proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Ia yakin, menggali keterangan dari para saksi yang ikut dalam pertemuan tersebut akan mengungkap keterlibatan pengusaha Andi Agustinus serta sejumlah orang lainnya dalam kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. “Kami akan memanggil lagi tim Fatmawati dan pelaksana teknis lainnya dalam sidang berikutnya,” kata Irene di gedung Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin 10 April 2017.
Baca: Setya Novanto Dicekal, KPK: Dia Saksi Penting untuk Andi Narogong
Enam saksi dihadirkan dalam sidang kasus e-KTP dengan terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, itu Senin 10 April 2017. Seorang di antaranya adalah Dedi Prijanto. Ia pengusaha yang juga kakak tersangka dalam kasus yang sama, Andi Agustinus alias Andi Narogong. Peran Andi dalam proyek e-KTP adalah penyedia barang dan jasa.
Dalam kesaksiannya, Dedi mengatakan ada enam kali pertemuan di kawasan Fatmawati yang berlangsung pada Juli 2010 hingga Desember 2010. Dedi menyatakan ikut tiga pertemuan menggantikan Andi. Dedi memfasilitasi pertemuan itu. Meski begitu, ia menyatakan tak banyak bicara. Ia mengklaim hanya bertugas melaporkan hasil pertemuan itu kepada Andi.
Baca: Begini Kronologi Kementerian Keuangan Loloskan Dana Proyek E-KTP
Setelah pertemuan di Fatmawati, menurut Dedi, ada pula pertemuan di Kemang Pratama. Ia pun bertugas memfasilitasi pertemuan tersebut. Dalam pertemuan di Kemang Pratama, kata Dedi, ia mendekati Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia agar Andi bisa menjadi perusahaan subkontraktor yang mengerjakan proyek e-KTP. “Saya mendekati Pak Isnu (Ketua Konsorsium PNRI) agar mendapat pekerjaan (e-KTP) untuk menjadi subkontraktor," kata Dedi.
Jaksa bertanya kepada Dedi perihal keinginan menjadi subkontraktor e-KTP. Padahal perusahaannya tidak berkaitan dengan pencetakan smart card. Menjawab pertanyaan itu, Dedi menyatakan ia dan Andi memiliki cara untuk menyediakan barang yang berkaitan dengan pembuatan e-KTP. Dalam sidang, Dedi juga mengungkapkan perannya mewakili Andi Narogong untuk mendapatkan pekerjaan subkontraktor e-KTP dari Anang Sugiana Sidoharjo, Direktur Utama PT Quadra Solution, anggota konsorsium PNRI.
Baca: Anggota Konsorsium Penggarap E-KTP Ungkap Kongkalikong Pengadaan
Saksi lain, Business Development Manager PT Hewlett Packard Indonesia, Berman Jandry S. Hutasoit, mengatakan ia pernah bertemu dengan Dedi di Fatmawati untuk membahas perangkat e-KTP. Menurut Berman, dalam pertemuan itu, ia bertemu dengan Dedi yang didampingi sejumlah staf.
Jaksa Irene menanyakan tindakan Berman yang telah memesan perangkat keras dari kantor pusat Hewlett dengan jumlah sesuai dengan kontrak e-KTP pada Juni 2011. Padahal kontrak proyek e-KTP baru ditandatangani pada 1 Juli 2011. “Proses lelang belum ada pemenangnya, tapi sudah ada pemesanan yang jumlahnya persis dengan kontrak,” kata Irene heran. Menjawab itu, Berman menyatakan timnya hanya memesan perangkat sesuai dengan informasi rencana kerja dan syarat-syarat.
Baca: Sidang E-KTP, Setya Novanto: Saya Tak Kenal Dekat Andi Narogong
Selain akan menyelidiki pertemuan di kawasan Fatmawati, Irene mengatakan timnya bakal mendalami pelaksana teknis kasus ini. Menurut Irene, dalam pemesanan perangkat keras HP, ada selisih harga yang tinggi. Irene mengatakan harga awal satu hardware adalah Rp 4,5 juta. Saat dijual ke distributor, harga awal itu bertambah menjadi Rp 5 juta. Pada anggaran proyek e-KTP, harga yang tertera melonjak menjadi Rp 12, 5 juta. “Ini baru satu komponen. Masih banyak komponen lain kami pertanyakan harganya. Kami akan dalami terus,” katanya.
MITRA TARIGAN