TEMPO.CO, Surabaya - Wali Kota Madiun nonaktif Bambang Irianto menjalani sidang perdana perkara dugaan korupsi proyek Pasar Besar Madiun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa, 11 April 2017. Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Bambang dengan tiga dakwaan sekaligus.
"Kami dakwa dengan tiga dakwaan," kata jaksa KPK, Feby Dwiyandospendy, di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa, 11 April 2017. Ketiga dakwaan itu adalah turut serta dalam pengadaan atau pemborongan dalam proyek Pasar Besar Madiun, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang.
Baca: Sidang Kasus Wali Kota Madiun Akan Digelar, Aset Jumbo Disita KPK
Tiga dakwaan itu tertuang dalam Pasal 12 huruf i, Pasal 12 B, dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.
Feby berujar Bambang selaku Wali Kota Madiun ikut serta dalam proyek pembangunan Pasar Besar. Ia menyertakan perusahaan milik anaknya untuk menjadi bagian dalam memasok meterial proyek. Ia juga turut menyertakan modal dalam proyek itu. "Dan ternyata ada keuntungnya sekitar Rp 1,9 miliar," ujarnya.
Simak: KPK Sita Faktur Pembelian Mobil Mewah Wali Kota Madiun
Selain itu, Bambang meminta hak retensi atau jaminan ketika pekerjaan proyek selesai sebesar 5 persen dari total proyek senilai Rp 76,523 miliar dari anggaran tahun jamak 2009-2012. Bambang mendapat duit dari hak retensi itu sebesar Rp 2,2 miliar. Total, keuntungan Bambang dari proyek itu mencapai Rp 4 miliar.
Menurut Feby, selama menjabat Wali Kota Madiun 2009-2016, Bambang telah menerima uang gratifikasi dari para pejabat dan pengusaha senilai Rp 55,5 miliar. Duit itu kemudian dialihkan menjadi kendaraan, rumah, tanah, uang tunai, emas batangan, dan saham atas nama sendiri, keluarga, atau korporasi. "Jadi dia total menerima Rp 59,7 miliar," katanya.
Lihat: Wali Kota Madiun Ditahan KPK, Gubernur Soekarwo Lakukan Ini
Uang itu, ujar dia, dibelanjakan Bambang untuk keperluan pribadinya senilai Rp 54 miliar, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan lain yang tidak menimbulkan penambahan keuntungan. "Jadi pasal pencucian uang berasal dari situ."
Atas dakwaan itu, terdakwa dan tim penasihat hukum Bambang menyatakan menerima dakwaan namun tidak mengajukan eksepsi (nota pembelaan). Salah seorang penasihat hukum, Indra Priangkasa, menyatakan pembelaan terdakwa nanti akan disampaikan pada saat sidang pledoi.
NUR HADI