TEMPO.CO, Surabaya - Jaksa penuntut umum KPK akan menghadirkan sebanyak 100 saksi dalam perkara korupsi Pasar Besar Madiun dengan terdakwa Wali Kota Madiun nonaktif, Bambang Irianto. Sidang pemeriksaan saksi akan dimulai Selasa pekan depan di Pangadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.
Jaksa KPK, Feby Dwiyandospendy, mengatakan merujuk pada tiga dakwaan yang didakwakan terhadap Bambang, yakni ikut serta dalam proyek Pasar Besar Madiun, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang, seharusnya ada 405 saksi yang dihadirkan dalam persidangan.
"Mohon Yang Mulia, karena sebagian saksi ada yang juga menjadi saksi untuk tiga dakwaan, maka kami akan maksimalkan jadi 100," kata dia kepada ketua majelis hakim Unggul Warso Mukti saat sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa, 11 April 2017.
Baca:
Proyek Pasar Besar, KPK Memeriksa Anak Wali Kota...
KPK Sita Rekening Milik Wali Kota Madiun Bambang...
Ketua majelis hakim, Unggul, akhirnya memutuskan sidang lanjutan pemeriksaan saksi akan digelar sebanyak dua kali dalam seminggu, yakni setiap Selasa dan Jumat. Untuk mempercepat proses persidangan, Feby menegaskan pihaknya bakal mengadirkan 7-10 saksi tiap sidang.
Adapun pengacara Bambang, Indra Priangkasa, mengatakan pihaknya tidak mempermasalahkan jumlah saksi yang akan diperiksa maupun jadwal sidang dua kali sepekan. "Tidak masalah, itu biasa," katanya.
Jaksa KPK mendakwa Bambang dengan Pasal 12 huruf i, Pasal 12 B, dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.
Bambang menyertakan perusahaan anaknya dalam proyek Pasar Besar Madiun. Ia juga turut menyertakan modal dalam proyek. Selain itu, ia meminta hak retensi atau jaminan ketika pekerjaan proyek selesai sebesar 5 persen dari total proyek. Dari tindakannya itu, ia mendapat keuntungan dari proyek sekitar Rp 4 miliar.
Selama menjabat Wali Kota Madiun 2009-2016, Bambang juga menerima uang gratifikasi dari para pejabat dan pengusaha senilai Rp 55,5 miliar. Duit itu kemudian dialihkan menjadi kendaraan, rumah, tanah, uang tunai, emas batangan, dan saham atas nama sendiri, keluarga, atau korporasi.
NUR HADI