TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius angkat suara soal kabar penyebaran paham radikalisme ke pelajar di Cilacap. Menurut dia, perlu ada langkah strategis, baik dari pemerintah pusat maupun daerah, untuk mencegah hal tersebut. Misalnya dengan perbaikan kurikulum.
”Tadi kami bertemu dengan Menteri Pendidikan di Lemhanas. (Kami minta) pelajaran etika karakter bangsa yang ditinggalkan untuk dimasukkan kembali dengan metodologi berbeda. Sifatnya bukan doktrin, melainkan membangun empati anak agar mengerti bangsannya majemuk,” tutur Suhardi di Istana Kepresidenan, Senin, 10 April 2017.
Baca: Ini Pesan Buya Syafii Maarif kepada Kapolri Soal Ancaman Radikalisme
Langkah lain yang bisa dilakukan, menurut Suhardi, adalah verifikasi terhadap bahan ajar di daerah. Hal itu untuk mencegah masuknya materi-materi yang ternyata berpaham radikal. Suhardi menambahkan, evaluasi atau uji kompetensi terhadap pengajar pun bisa diperketat. Dengan begitu, deteksi terhadap pengajar yang berpaham radikal tidak terjadi belakangan, melainkan sejak awal.
”Kami lihat juga di Depok. Di sana, ada yang pendidikan PAUD saja sudah mulai seperti itu (memasukkan paham radikal), jadi harus waspada,” tutur dia.
Sebelumnya, Forum Kerukunan Umat Beragama Cilacap mendapati penyebaran radikalisme di Cilacap telah menyasar kaum pelajar. Hal itu ketahuan setelah FKUB melakukan kegiatan deradikalisasi ke sejumlah sekolah di Cilacap.
Baca: Kepala BNPT ke Kampung Amrozi, 37 Mantan Kombatan Diundang Hadir
Berdasarkan pengakuan sejumlah pelajar, menurut temuan FKUB, penyebaran paham radikalisme itu berupa paksaan. Adapun salah satu hal yang dipaksakan untuk diajarkan adalah mendukung khilafah di Indonesia.
ISTMAN M.P.
Simak: Kisah Mantan Teroris Sempat Berganti Profesi, Kini Berkecukupan