TEMPO.CO, Ponorogo - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, memperluas zona pencarian dan evakuasi korban tanah longsor di Desa Banaran dengan tujuan memperlancar aliran lumpur serta mengantisipasi banjir bandang.
"Kami tetapkan zona baru di sektor D yang ada di bawah untuk memperlancar aliran lumpur dan antisipasi banjir bandang," kata Kepala BPBD Ponorogo Sumani di sela proses evakuasi di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kamis, 6 April 2017.
Dia menjelaskan, zona baru tidak diproyeksikan sebagai lokasi baru pencarian korban longsor. Namun lebih dimaksudkan untuk membedah tumpukan timbunan tanah yang sempat tersendat di sektor C.
Baca: Longsor Ponorogo: Di Balik Tawa Anak-anak yang Belajar di Masjid
Selain itu, kata Sumani, keputusan yang telah dirapatkan bersama semua unsur tim SAR gabungan, mulai BPBD, Basarnas, TNI, Polri, dan dinas kesehatan, itu untuk mengantisipasi potensi banjir bandang yang sangat mungkin terjadi seiring dengan hujan deras yang terjadi selama proses pencarian berlangsung.
"Semoga dengan adanya sektor D ini mampu memperlancar jalannya proses evakuasi. Sebab, sejak dua hari lalu, dalam proses pencarian belum berhasil ditemukan lagi korban hilang yang tertimbun tanah longsor," tutur Sumani.
Sejak hari pertama pencarian korban dilakukan pada Minggu, 2 April 2017, operasi SAR di tiga sektor yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni zona A, B, dan C, selalu dihentikan setiap siang atau menjelang sore sekitar pukul 14.00 WIB akibat cuaca buruk (hujan).
Baca: Polisi Perketat Pintu Masuk ke Lokasi Longsor Ponorogo, Ada Apa?
Kondisi memburuk sejak dua hari lalu karena intensitas curah hujan tinggi sehingga memicu longsor kecil di sektor A, juga sempat membuat panik tim relawan dan unsur SAR.
Potensi bencana susulan tak hanya longsor yang masih mungkin terjadi di sekitar lereng Gunung Gede, yang dilaporkan ada temuan rekahan memanjang kanan-kiri dari titik longsor utama. Namun, yang lebih membahayakan penduduk dan tim relawan saat ini, adalah ancaman banjir bandang. Sebab, hujan dari arah puncak hingga permukiman telah menyebabkan material lumpur longsoran sepanjang 1,5 kilometer di arah pemukiman menjadi lembek dan jenuh air.
Baca: Kenapa Evakuasi Longsor Ponorogo Lebih Sulit dari Banjarnegara
Kondisi tersebut masih diperparah oleh tiga sumber air di sekitar lokasi longsor yang tertimbun material tanah, sehingga dimungkinkan mencari celah jalan keluar baru yang memicu pergerakan tanah lanjutan.
"Yang terdampak jika banjir bandang sampai 200 perumahan. Jika tidak dibuka sektor D dan dibersihkan, akan banyak korban," kata Sumani.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Provinsi Jawa Timur Benny Sampirwanto mengatakan tim penanganan bencana menambah sektor pencarian bencana longsor di titik D. Menurut dia, unit K9 sudah menemukan perkiraan titik bau jasad korban. Di sektor D ini tim juga membuat akses aliran air dari sektor A, B, dan C yang tertutup karena pembukaan jalan baru agar tidak mengalir ke rumah warga.
Baca: Cegah Longsor Ponorogo Terulang, BPBD Jawa Timur Usulkan 2 Hal Ini
Dalam pencarian pada Rabu, 5 April 2017, terjadi dua kali longsor kecil pada pukul 13.15 WIB dan 14.45 WIB. Longsoran kecil tersebut terjadi karena kondisi tanah di bukit yang retak. "Untuk meminimalkan longsor yang tidak diinginkan, petugas melakukan penyemprotan tanah guna mengendalikan jatuhnya tanah atau longsor," tutur Benny dalam siaran persnya, Kamis.
Proses pencarian korban selama ini belum optimal karena rata-rata pencarian hanya 6 jam. Alasannya cuaca yang tidak mendukung. Diperkirakan, cuaca bakal masih hujan hingga Sabtu, 8 April 2017.
Baca: BPBD Jawa Timur: Wilayah Longsor Ponorogo Termasuk Rawan Bencana
Sebanyak 867 personel terlibat dalam penanganan longsor ini, yakni dari Basarnas, TNI, Polri, BPBD, dinas sosial, dan relawan. Sebanyak 10 alat berat dipergunakan, dengan satu unit mengalami kerusakan. Dari 28 orang yang dinyatakan hilang, baru tiga orang yang ditemukan.
ANTARA | NI