TEMPO.CO, Makassar - Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Enrekang Banteng K. sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi kegiatan bimbingan teknis di tujuh kota pada 2015-2016.
"Kami sudah menggelar perkara Bintek DPRD Enrekang. Hasilnya ternyata dana yang digunakan itu tak memenuhi syarat yang diwajibkan dalam Permendagri," ucap juru bicara Polda Sulawesi Selatan Komisaris Besar Dicky Sondani, Rabu, 5 April 2017.
Dicky mengatakan Banteng melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2011 berubah menjadi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2013 tentang pedoman orientasi dan pendalaman tugas anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Banteng ditetapkan sebagai tersangka karena hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan kerugian negara mencapai Rp 855.095.650 dari total Rp 3,6 miliar. "Nilai kerugian negara bisa saja bertambah karena masih dalam perhitungan BPKP," ucap Dicky.
Kemudian, tugas yang dijalankan para anggota DPRD Enrekang ini juga tak ada rekomendasi dari Badan Diklat Kementerian Dalam Negeri, sehingga tak memenuhi syarat dan tak memiliki legalitas. Dicky menjelaskan, bimbingan teknis itu dilakukan di tujuh kota, yakni Makassar, Jakarta, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Lombok, dan Bali. "Ini semua dibiayai negara melalui APBD Enrekang tahun 2015-2016," tutur Dicky.
Selain itu, Polda Sulawesi Selatan menetapkan dua pimpinan DPRD Enrekang sebagai tersangka, juga empat orang dari swasta dan pegawai negeri sipil.
Menurut Dicky, laporan ini sudah masuk sejak Januari 2017. Penyidik melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi terkait dengan dugaan korupsi tersebut. Ditanya mengenai penahanan para tersangka, Dicky menjawab besar peluang mereka akan ditahan. "Tergantung penyidik saja, tapi kemungkinan besar ditahan. Kita juga mencekal mereka agar tak ke mana-mana atau keluar daerah," tuturnya.
Dicky menambahkan, tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, dengan ancaman pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun.
Dikonfirmasi terpisah, Banteng K. belum mengetahui penetapan tersangka tersebut. Sehingga ia belum bisa berkomentar banyak. "Saya belum tahu itu, dan saya belum bisa berkomentar," ucapnya via telepon kepada Tempo.
Kendati demikian, Banteng mengatakan dia sudah diperiksa penyidik kepolisian pada Kamis pekan lalu. Namun, menurut dia, semua yang disampaikan dan dilakukannya itu sudah disampaikan kepada penyidik. "Bahan-bahannya yang kami lakukan itu sudah ada di penyidik. Menurut kami semua, yang dilakukan itu sudah sesuai," tuturnya.
DIDIT HARIYADI