TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pembangunan rumah darurat bagi warga Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, yang rusak akibat bencana longsor pada Sabtu pekan lalu tertunda. Awalnya, pendirian 14 dari 31 bangunan diagendakan pada Rabu, 5 April 2017.
“Masih menunggu syarat administrasi,” kata pelaksana tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ponorogo, Sumani, Rabu.
Baca juga: Longsor di Ponorogo, Ini Penyebabnya Menurut Pakar LIPI
Menurut dia, syarat administrasi yang harus dipenuhi, seperti surat tanggap darurat dari masyarakat. Selain itu, untuk mendirikan rumah darurat, lokasinya harus di lahan milik warga. “Mesti satu paket (31 unit rumah). Kalau tidak begitu, nanti kami yang kerepotan juga,” ujarnya.
Bangunan rumah bagi warga yang terdampak bencana longsor direncanakan berukuran 5 x 8,5 meter. Adapun konstruksinya terbuat dari kayu dan berdiri di ladang milik warga dengan lokasi yang berpencar.
Lokasi yang ditetapkan itu, kata Sumani, dinilai layak dan aman dari kemungkinan longsor susulan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, tim kaji cepat Universitas Gadjah Mada, dan TNI Angkatan Darat telah melihatnya secara langsung.
“Sejumlah material sudah didatangkan, tapi belum digunakan karena menunggu administrasi terpenuhi,” ucapnya.
Komandan Kodim 0802/Ponorogo Letkol Inf Slamet Sarjianto menilai proses relokasi selambat-lambatnya dilakukan pada 2-3 pekan pascabencana. Jika lebih dari masa itu, sekitar 200 warga yang saat ini mengungsi akan menghadapi masalah baru. “Rawan gangguan psikologis. Karena itu, sebaiknya langsung relokasi permanen,” ujarnya.
Bencana itu memang membuat warga trauma. “Pikiran tidak tenang, apalagi sekarang lebih banyak diam,” ujar Partin, 39 tahun, salah seorang pengungsi, Rabu.
Pengungsi perempuan lebih banyak duduk-duduk di teras rumah pengungsian. Mereka saling berkeluh kesah tentang musibah yang baru saja dialami. Partin dan pengungsi lain mulai jenuh. Mereka ingin segera tinggal di rumah baru dan beraktivitas normal seperti sebelum terjadi bencana longsor.
“Untuk mandi saja harus antre atau pergi ke rumah lain yang jauh,” tuturnya.
Para pengungsi, ujar dia, mulai mandi sekitar pukul 07.00. Setelah itu, mereka kembali ke pengungsian untuk menunggu jatah sarapan. Hingga malam, aktivitas tersebut dilakoni mereka.
“Sudah mulai tidak betah seperti ini terus,” kata perempuan yang rumahnya ikut tertimbun material longsor itu.
Simak juga: Kenapa Evakuasi Longsor Ponorogo Lebih Sulit dari Banjarnegara
Hal senada diungkapkan Ratun, 70 tahun. Ia merasa tidak nyaman tinggal di pengungsian meski kebutuhan makan dan pakaian sudah tercukupi. Sebelum rumahnya tertimbun longsor, nenek ini biasa memberi makan kambing peliharaannya.
“Kami berharap pemerintah membuatkan rumah baru,” ujarnya.
NOFIKA DIAN NUGROHO
Video Terkait:
Tiga Korban Longsor Ponorogo, Tim SAR Terus Melakukan Pencarian
Longsor Hancurkan Rumah Sopir, 2 Anaknya Terluka, Satu Meninggal