TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan proses seleksi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pengganti Patrialis Akbar, belum memenuhi keinginan publik. Salah satu yang diprotesnya adalah durasi wawancara masing-masing calon hakim.
Menurut Erwin, durasi wawancara terhadap 11 calon hakim konstitusi pada 27 dan 29 Maret lalu itu terlalu singkat. Tujuh hakim yang menjadi panitia seleksi, kata dia, hanya diberi satu jam untuk menggali pengetahuan setiap calon.
Baca: Begini Alasan MK Percepat Seleksi Hakim Pengganti Patrialis Akbar
"Masing-masing orang (di pansel) hanya dapat delapan menit menggali pengetahuan peserta. Waktu yang pendek ini tidak menggambarkan apa yang diinginkan publik terhadap calon," ujar Erwin di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad, 2 April 2017.
Erwin khawatir waktu yang singkat dalam wawancara itu nantinya berpengaruh pada kualitas calon hakim MK yang terpilih. Menurut dia, panitia seleksi seharusnya menggali perspektif calon secara luas dan mendalam. Sebab, hakim MK dituntut menguasai teori konstitusi, mengerti masalah internal MK, dan memahami prinsip-prinsip hak asasi manusia.
"Waktu satu jam sangat formal dan publik tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan, (tak mendapat) apa yang dipahami oleh calon," tutur Erwin.
Erwin yang mengamati langsung wawancara 11 peserta seleksi mengaku belum menemukan calon hakim MK yang sesuai dengan ekspektasinya "Tapi kalau dicari untuk dua atau tiga (calon terbaik) saya optimis pansel akan temukan."
Baca: Alasan Saldi Isra Ikut Seleksi Hakim Mahkamah Konstitusi Gantikan Patrialis
Pansel hakim MK telah memilih tiga dari 11 pendaftar seleksi. Ketiga calon tersebut belum dipublikasi, namun nama-namanya telah disodorkan pada Presiden Joko Widodo. Nantinya Jokowi berhak memilih hakim pengganti Patrialis Akbar.
Patrialis dipecat sebagai hakim MK karena melanggar kode etik berat. Mantan hakim MK yang sebelumnya merupakan politikus Partai Amanat Nasional itu diduga menerima suap Sin$ 200 ribu dari pengusaha impor daging Basuki Hariman.
Duit commitment fee itu diduga diberikan agar Patrialis mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan. Kasus ini menyeret Patrialis menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Presiden Joko Widopdo lantas mengeluarkan keputusan untuk mencari pengganti Patrialis. Pendaftaran pun dibuka pada 22 Februari.
YOHANES PASKALIS