TEMPO.CO, Yogyakarta - Besok, Sabtu, 1 April 2017, revisi Peraturan Kementerian Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 soal angkutan umum mulai berlaku. Aturan itu juga mengatur keberadaan angkutan online.
Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atma Jaya, Agustinus Prasetyantoko, menyebut keberadaan taksi atau angkutan online yang mengubah lanskap bisnis di Yogyakarta tidak bisa ditolak. Pemerintah diminta memikirkan bagaimana pengaturan perlindungan data konsumen pengguna taksi online.
Baca: Tarif Taksi Online Diatur, KPPU: Itu Merugikan Konsumen
Dia optimistis kisruh taksi online segera teratasi lewat aturan yang telah pemerintah buat. “Lewat regulasi itu, taksi online dan konvensional bisa tetap hidup,” kata Agustinus di sela acara Entrepreneur Networking Forum bertajuk “Prospek Ekonomi 2017: Potensi dan Optimisme” di Hotel Sheraton Mustika, Yogyakarta, Jumat, 31 Maret 2017.
Menurut dia, keberadaan taksi online tidak bisa ditampik sebagai bagian dari perkembangan teknologi. Taksi online memberikan kemudahan akses bagi konsumen di daerah-daerah wisata, misalnya Yogyakarta. Solusi atas kisruh taksi online, menurut dia, adalah saling bekerja sama atau bersinergi dengan taksi konvensional.
Misalnya bila suatu saat taksi online tidak memenuhi kebutuhan konsumen, operator taksi online bisa menghubungi operator taksi konvensional. Agustinus menyambut baik aturan yang pemerintah siapkan ihwal tarif batas bawah dan batas atas.
Simak juga: Begini Alasan Polisi Tangkap Sekjen FUI Sebelum Aksi 313
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, mengatakan menolak taksi online tidak tepat karena taksi online memudahkan akses konsumen. Selain itu, ongkos taksi online terjangkau. “Menolak taksi online itu kemunduran. Solusi atas kisruh itu ya melalui aturan,” kata Tulus.
Dia mengatakan pemerintah seharusnya tidak hanya mengatur tentang tarif, melainkan menjamin perlindungan data pribadi konsumen. Aturan itu diperlukan agar ada jaminan terhadap perlindungan data pribadi konsumen. Taksi online selama ini berbasis pada data konsumen. Semakin banyak konsumen yang mengunduh aplikasi taksi online, mereka semakin untung. Operator gampang mengakses data pribadi konsumen. “Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu memikirkannya,” kata Tulus.
SHINTA MAHARANI