TEMPO.CO, Indramayu - Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking) di luar negeri. Ruminah, TKI asal Desa Jengkok, Kertasemaya, Indramayu, Jawa Barat, dijual dengan harga US$ 10 ribu atau setara Rp 130 juta. Perempuan 43 tahun tersebut kini dikabarkan berada di Suriah.
Waryono, suami Ruminah, mengatakan istrinya direkrut oleh seseorang bernama Mulyana, warga Desa Lemah Ayu, Kertasemaya. Ruminah, ucap Waryono, dijanjikan bekerja di Mesir dengan upah US$ 300 atau sekitar Rp 4 juta per bulan dan akan memperoleh tambahan Rp 8 juta. Berangkat dari Indramayu, ucap Waryono, istrinya bersama Mulyana menuju Jakarta pada awal Januari 2016. Sampai di Jakarta, Ruminah dipertemukan dengan seseorang bernama Edi di daerah Halim, Jakarta Timur. Oleh Edi, Ruminah lantas diserahkan ke Jaenal, yang tinggal di daerah Kampung Melayu.
Berita lainnya: SBY: Pers Harus Obyektif dan Faktual, Jangan Terlalu Partisan
Pada 22 Januari 2016, Jaenal memberangkatkan Ruminah ke Batam dengan pesawat terbang. Dari Batam, menurut Waryono, Ruminah menyeberang ke Malaysia dengan menumpang kapal laut. Lebih-kurang selama seminggu Ruminah berada di Malaysia. “Sesuai dengan janji Mulyana, tak lama berselang istri saya diterbangkan ke Mesir,” katanya, Selasa lalu.
Sampai di Mesir, Ruminah langsung bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Namun, baru satu bulan bekerja, Ruminah dikembalikan ke agen pengiriman TKI di Mesir. Tidak dijelaskan alasan Ruminah dikembalikan ke agen. Yang pasti, beberapa hari kemudian Ruminah dibawa ke Turki.
Setelah 20 hari berada di Turki, tutur Waryono, istrinya tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Agen TKI di Turki lalu membawa Ruminah ke Suriah dan menjualnya ke sebuah agen tenaga kerja dengan harga US$ 10 ribu. Ruminah bekerja pada majikan bernama Hammar dan istrinya Rudainah. “Istri saya diperlakukan kurang baik sama majikannya yang sekarang," katanya.
Berita lainnya: Proyek Semen Rembang, KLHS Umumkan Hasil Kajiannya Hari Ini
Ada banyak tekanan yang membuat Ruminah tidak betah, seperti waktu istirahat yang singkat dan tidak diberi waktu untuk berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia. "Gaji yang dijanjikan US$ 300, tapi hanya dibayarkan US$ 200,” kata Waryono. "Istri saya pernah mengadu ke agensi. Ia bukannya dilindungi, tapi malah dipaksa tetap bekerja.” Ia menambahkan, saat ini istrinya menyatakan sudah tidak tahan bekerja di Suriah.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu Juwarih mengatakan akan segera menyurati Kedutaan Besar RI di Damaskus. Dia juga akan mengirim surat ke sejumlah instansi pemerintah dan DPR. “Kami berharap negara menyelamatkan warga yang sedang membutuhkan pertolongan di luar negeri," katanya.
IVANSYAH