TEMPO.CO, Garut - Air susu dibalas dengan air tuba. Peribahasa itu tengah menghinggapi Siti Rokayah, 83 tahun. Dia diseret menjadi pesakitan ke Pengadilan Negeri Garut oleh anak kandungnya sendiri. Dia digugat sebesar Rp 1,8 miliar.
Utang piutanglah yang menjadi penyebab ibu dari 13 anak ini duduk di bangku persidangan. Dia digugat oleh anaknya bernama Yani Suryani beserta suami Yani, Handoyo Adianto. "Sebenarnya bukan Amih (sapaan Siti Rokayah) yang punya utang," ujar Eep Rusdiana, 49 tahun, salah satu anak Siti, di kediamannya, Rabu, 29 Maret 2017.
Baca: Ibu Digugat Anak di Garut, Bupati Purwakarta Turun Tangan
Kasus ini berawal pada awal 2001. Kala itu, Asep Ruhendi, anak keenam Siti, tidak bisa melunasi pinjaman ke Bank BRI cabang Garut sebesar Rp 40 juta. Beruntung, Handoyo mau membantu melunasi utang Asep. Pinjaman pertama diberikan sebesar Rp 21,5 juta, yang dikirim kepada Asep melalui transfer bank. Sedangkan sisanya akan diberikan langsung kepada Asep.
Namun uang yang dijanjikan Handoyo tak kunjung diberikan. Sisa utang Asep ke bank pun akhirnya dilunasi anggota keluarga yang lain. "Pengakuan Handoyo, uang telah diberikan semua. Tapi Asep tidak pernah menerima uang itu semuanya," ujar Eep.
Persoalan utang antara Asep dan Yani tidak pernah dibahas selama bertahun-tahun. Namun, pada Oktober 2016, Yani datang dari Jakarta ke Garut membujuk Siti Rokayah untuk menandatangani surat pengakuan berutang yang dia buat bersama suaminya.
Baca: Pengakuan Ibu Digugat Anak: Saya Doakan Dia Agar Saleh
Yani memohon kepada Siti Rokayah untuk menandatangani surat pengakuan berutang tersebut. Bila tidak, dia akan diceraikan oleh suaminya. Karena merasa iba, Siti pun menandatangani surat tersebut tanpa berpikir panjang. "Saya beserta saudara yang lain juga turut tanda tangan menjadi saksi di surat itu," ujar Eep.
Dalam surat utang bermeterai tanggal 8 Oktober 2016 itu disebutkan Siti Rokayah memiliki utang senilai 501,5 gram emas pada 6 Februari 2001. Utang tersebut telah melewati batas waktu pelunasan yang dijanjikan, yaitu dua tahun. Nilai utang saat itu adalah Rp 40.274.904, yang disepakati setara dengan harga emas murni pada 2001 silam sebesar Rp 80,200 per gram.
Selain itu, dalam surat utang disebutkan jaminan utang berupa sertifikat tanah dan rumah di Desa Kota Kulon, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut. "Anehnya, jaminan sertifikat itu tidak ada di Handoyo karena sertifikat tersebut dari dulu sampai sekarang ada di saya," ujar Nanang, putra Siti yang lain.
Baca: Kisah Ruminah Terjebak Jaringan Perdagangan Orang di Timur Tengah
Namun, dalam gugatan di pengadilan, Yani dan Handoyo menuntut kerugian materiil nilai emas seberat 501,5 gram, yang dikonversikan dengan nilai saat ini sebesar Rp 640.352.000. Selain itu, mereka menuntut kerugian imateriil sebesar Rp 1,2 miliar. Dengan demikian, total yang dituntut kurang-lebih sebesar Rp 1,8 miliar.
Sebelum memasuki proses persidangan, pengadilan terlebih dulu menggelar mediasi di antara kedua belah pihak. Dalam mediasi, pihak tergugat (Siti Rokayah) menyanggupi untuk membayar Rp 150 juta. Angka itu berdasarkan perhitungan harga emas yang dijadikan dasar gugatan Yani. "Penggugat menolaknya dan berkukuh terhadap gugatannya sebesar Rp 1,8 miliar," ujar penasihat hukum tergugat, Djohan Djauhari.
Persidangan gugatan anak terhadap ibu ini telah dilakukan enam kali. Pada Kamis, 30 Maret 2017, akan memasuki persidangan ketujuh dengan agenda pembuktian gugatan. Kasus ini menyedot perhatian banyak pihak, termasuk Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Dia pun menyatakan kesiapannya untuk membantu melunasi dan memberikan pendampingan hukum.
SIGIT ZULMUNIR