TEMPO.CO, Bogor – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi besarnya kerentanan penyelundupan senjata api kelompok terorisme melalui perbatasan di utara Indonesia. Hal itu diperkuat oleh temuan PPATK berupa sejumlah transaksi bernilai besar yang dilakukan warga negara Indonesia ke Filipina. Namun pihaknya belum bisa memastikan bahwa transaksi itu berkaitan dengan tindak pidana terorisme. Karena itu, PPATK kini sedang bekerja sama dengan kepolisian.
“Persoalan terorisme ini tak mudah. PPATK baru bisa mendeteksi dengan jelas jika menerima daftar nama terduga teroris dari kepolisian, kemudian kami lacak,” kata Firman saat ditemui Tempo, Jumat 24 Maret 2017.
Baca: LPSK Bicara tentang Terorisme pada ASEAN Regional Forum
Persoalan teroris jaringan Indonesia-Filipina itu kembali menjadi sorotan setelah Detasemen Khusus 88 menangkap delapan orang terduga teroris di tiga tempat berbeda, yaitu Bekasi, Tangerang Selatan, dan Banten, Kamis lalu. Polisi menangkap Suryadi di Hotel Lafa Park Family Adventure, Cikarang Timur, Bekasi. Dia diduga berperan aktif dalam hubungan dengan kelompok teroris di Filipina Selatan. Dalam relasinya tersebut, Suryadi diduga telah membeli dan menyelundupkan sejumlah senjata api ke Indonesia. Salah satunya adalah pistol yang digunakan teroris dalam serangan bom Thamrin.
Densus 88 kemudian menangkap Bambang Eko Prasetyo di sebuah bengkel di Ciputat, Tangerang Selatan. Bambang diduga bersama Suryadi ikut dalam pelatihan militer di Filipina Selatan. Dua terduga teroris ditangkap di Pandeglang, Banten, yaitu Mulyadi dan Adi Jihadi. Sedangkan empat lainnya adalah Achmad Supriyanto, Icuk Pamulang alias Icuk Warianto, Ojid Abdul Majid, dan Nanang Kosim di Cilegon.
Baca: Transaksi Terorisme Makin Canggih, PPATK Siapkan Strategi
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Tempo, PPATK kerap memasok hasil penelusuran transaksi mencurigakan milik warga negara Indonesia yang melakukan transaksi ke organisasi atau perorangan di Filipina Selatan. PPATK menduga transaksi tersebut termasuk jual-beli senjata api dari milisi di Filipina Selatan.
Ihwal peran PPATK dalam pengungkapan jaringan transaksi teroris itu, Firman enggan berkomentar. “Tunggu saja hasil perkembangan dari polisi yang bertugas,” kata Firman.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul, mengatakan Densus 88 tengah memeriksa secara intensif tujuh terduga teroris yang ditangkap. Satu terduga teroris, Nanang Kosim, meninggal setelah ditembak akibat melawan saat penyergapan.
Baca: Nanang Kosim Simpul Teror Thamrin, Bom Samarinda, dan Halmahera
Martinus mengatakan, polisi memiliki bukti bahwa Suryadi adalah pendana dan pemasok senjata dalam aksi teror bom Thamrin. Suryadi dan Nanang memiliki hubungan dengan kelompok teroris di selatan Filipina. “Suryadi dan Nanang yang membeli langsung ke Filipina,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Irvan Yustiavandana mengatakan aliran pendanaan kegiatan terorisme memiliki dua arus. Di satu sisi ada aliran dana dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, di sisi lain juga ada aliran dana dari warga negara Indonesia yang dikirim untuk membiayai aksi teror di negara lain. “Saya tak bisa bilang detail siapa, apa, atau berapa. Tapi ada sangat banyak,” kata Irvan.
REZKY ALVIONTASARI