TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Penyiaran Informasi Pusat berharap Kementerian Dalam Negeri segera memberi kejelasan atas nasib 34 Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID). Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis mengatakan dalam waktu dekat timnya akan melakukan audiensi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk membahas masalah itu. “Kami sudah berkirim surat,” kata Yuliandre saat dihubungi, Kamis, 23 Maret 2017.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah menjadi dasar bagi pemerintah provinsi untuk tidak lagi menganggarkan dana kepada KPID. Selama ini dana operasional KPID diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan isi Pasal 9 ayat 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Berita Lain: Transaksi Terorisme Makin Canggih, PPATK Siapkan Strategi
Akibat penghilangan anggaran itu, lebih dari separuh KPID di berbagai daerah terancam lumpuh. Sebanyak 20 dari 34 KPID bergejolak, dua di antaranya bahkan sudah tidak beroperasi sama sekali sejak Januari 2017. “KPID Sumatera Barat dan Gorontalo sudah tidak bisa beraktivitas karena tidak memiliki anggaran,” kata Yuliandre.
Komisioner Bidang Isi Siaran KPI Pusat Dewi Setyarini menuturkan, sejumlah pemerintah daerah mengambil kebijakan yang berbeda-beda mengenai anggaran untuk KPID. Ada daerah yang melebur KPID dengan suku dinas komunikasi dan informasi setempat. Ada pula yang berimprovisasi mencari dana sendiri untuk terus bertahan.
“Ada pula anggaran untuk KPID yang sudah dianggarkan sejak tahun lalu, tapi tidak dicairkan karena pemerintah daerah takut dikira korupsi,” kata Dewi.
Ketiadaan anggaran menyebabkan KPID tidak bisa lagi bertugas memberikan rekomendasi serta evaluasi terhadap lembaga penyiaran lokal. “Fungsi ini semestinya tidak bisa direduksi dengan menggantungkan posisi KPID,” kata Dewi.
Berita Lain: E-KTP, KPK Sebut Akan Ada Tersangka selain Andi Narogong
Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Arsan Latif mengatakan APBD hanya bisa diberikan secara langsung kepada unit kerja pemerintah daerah, seperti dinas kesehatan atau dinas komunikasi dan informasi. “Tapi KPID bukan perangkat pemda,” ujarnya.
Alternatifnya, dana KPID bisa diambil dari APBD rekening hibah. Masalahnya, “Kalau hibah, artinya terserah pemerintah daerahnya, apakah akan memberi atau tidak.”
Kementerian Dalam Negeri sudah berencana mensosialisasi mekanisme penganggaran untuk KPID melalui mekanisme APBD rekening hibah itu. “Dalam waktu dekat, kami akan memberikan surat edaran kepada semua pemerintah daerah mengenai hal ini,” katanya.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran DPR Meutya Hafid menyayangkan adanya kasus anggaran ini. Ia menilai pemerintah daerah yang memotong atau bahkan menghapus sama sekali anggaran lembaga KPID tidak memiliki visi yang baik dalam pengelolaan informasi di daerahnya. “Padahal, di era keterbukaan informasi yang sangat deras ini, sistem pengelolaan informasi yang baik sangat penting dilakukan,” katanya.
Berita Lain: Sidang E-KTP, KPK Putar CCTV Tanggapi Miryam yang Ngaku Ditekan
Menurut dia, pendanaan KPID akan diatur dalam RUU Penyiaran yang saat ini masih digodok di DPR. “Kami sedang memperjuangkan agar KPID nantinya secara hierarki berada di bawah KPI Pusat, sehingga anggarannya berasal dari APBN,” katanya.
MITRA TARIGAN