TEMPO.CO, Jakarta - Berkembangnya berbagai wacana mengenai revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) belakangan ini, membuat mantan Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, gusar. Jika Dewan Perwakilan Rakyat terus mendorong revisi UU KPK, yang banyak kalangan menganggap akan menjadi instrumen melemahkan KPK, menurut Busyro, itu akan menjadi lambang kematian moral DPR.
"Mengapa kini ‘nafsu rendah’ itu diumbar kembali?" kata Busyro Muqoddas, setelah menurut dia, berkali-kali DPR berupaya memutilasi KPK. "Semua itu, saatnya kini berpulang kepada ketua-ketua umum partai politik yang di DPR," kata Busyro kepada Tempo, Kamis, 23 Maret 2017.
Baca juga:
Revisi UU KPK, Busyro: Berkali-kali DPR Coba Mutilasi KPK
Busyro mengingatkan, jangan menganggap remeh sikap kritis sejumlah kampus dan seluruh dekan serta STIH Perguruan Tinggi Muhammadiyah, yang 35 kampus banyaknya, sepakat menolak Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi itu. "Apakah mereka meremehkan ini?" katanya.
Sebelumnya, Zainurrohman, peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menyatakan pihaknya menolak kampus UGM dijadikan lokasi sosialisasi revisi UU KPK.
Baca pula:
Revisi UU KPK, Sejumlah Indikasi Pelemahan KPK
Saat ini, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat giat mensosialisasikan rancangan undang-undang untuk merevisi UU KPK. Salah satunya akan diselenggarakan di Fakultas Hukum UGM. "Kami jelas menolak," kata Zainurrohman, Senin, 20 Maret 2017.
Kembali Busyro Muqoddas mengingatkan, "Saatnya para ketua-ketua umum partai politik menunjukkan kejujurannya, apakah melakukan revisi UU KPK itu memperkuat KPK atau tetap mengumbar nafsu politik untuk memutilasi KPK?" katanya menegaskan.
S. DIAN ANDRYANTO