TEMPO.CO, Yogyakarta - Santri pencinta mendiang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang tergabung dalam Jaringan Gusdurian memanjatkan doa. Mereka berdoa untuk Patmi, 48 tahun, petani Kendeng yang meninggal karena serangan jantung pada aksi #DipasungSemen2 di Jakarta. Ibu dua anak itu berjuang menolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah.
Surat Yasin dan ayat suci Al Quran mereka lantunkan ketika hujan turun. Sebagian peserta tahlilan itu yang merupakan anak-anak muda duduk bersila di kantor Jaringan Gusdurian di Jalan Timoho, Yogyakarta, Rabu malam, 22 Maret 2017. Mereka memberi nama Tahlil untuk Keadilan. "Tahlilan ini bagian dari solidaritas terhadap perempuan penjaga bumi," kata santri Gusdur, Anisa Nur Nia Rahma.
Baca juga:
Aksi Solidaritas Petani Kendeng, Bandung Lautan Doa
Tahlilan itu tak hanya diikuti santri laki-laki dan perempuan dari Jaringan Gusdurian. Mereka menghimpun solidaritas dari kalangan mahasiswa, aktivis peduli lingkungan, aktivis keberagaman, dan seniman. Peserta yang datang pun dari kalangan yang beragama non-muslim. Sejumlah perempuan yang tidak berjilbab juga dibolehkan untuk ikut berdoa bersama.
Mereka yang datang di antaranya aktvis dan warga Kampung Miliran Yogyakarta, Dodok Putra Bangsa. Dodok dikenal aktif dalam gerakan Jogja Ora Didol, gerakan yang menolak masifnya pembangunan hotel di Yogyakarta sehingga membuat sumur-sumur penduduk menjadi kering. Ada pula Koordinator Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika atau ANBTI DIY, Agnes Dwi Rusjiati.
Baca pula:
Aksi Semen Kaki Disebut Membahayakan, Ini Tanggapan Kontras
Anisa mengatakan tahlil di Yogyakarta berlangsung tujuh hari berturut-turut. Mereka mengundang semua kalangan untuk ikut mendoakan Patmi.Mereka memposting acara tahlil di media massa seperti facebook dan twitter. Acara itu bergambar Patmi, yang sedang menyemen kakinya bersama perempuan petani kendengan lainnya di depan Istana Negara. Selain di Yogyakarta, tahlilan Jaringan Gusdurian juga banyak digelar di sejumlah daerah. Di antaranya di Bojonegoro, Jawa Timur dan Kalimantan Timur.
Dalam twitter, Jaringan Gusdurian mengutip Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid. Anak dari Presiden RI Keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu berkata ya tiap penguasa punya prioritas pembangunan, memang selalu ada yang dikorbankan. Tapi prinsip keadilan, kemanusiaan, dan non-penindasan harus!
Setelah berdoa, mereka menggelar diskusi tentang persoalan eksploitasi lingkungan yang terjadi di Pegunungan Kendeng maupun Yogyakarta. Mereka mengobrol santai, lesehan sembari makan nasi kucing (nasi berukuran mini) angkringan.
Aktivis Jogja Ora Didol, Dodok Putra Bangsa, mengatakan Yogyakarta juga punya persoalan serupa dengan Kendeng. Misalnya proyek pembangunan Bandar Udara Internasional di Kulon Progo yang berdampak bagi kelangsungan hidup petani Kulon Progo. Selain itu, Yogyakarta juga digempur pembangunan hotel. "Saya menyesalkan banyak pakar atau pengamat di kampus yang justru pro-industri maupun kalangan yang eksploitatif terhadap alam," kata Dodok.
SHINTA MAHARANI