TEMPO.CO, Cirebon - Pengurus taksi online meminta pemerintah untuk menegakkan aturan tentang transportasi umum. Pemilik taksi online lainnya pun bersedia untuk memenuhi aturan pemerintah tersebut.
Karsono, pengurus taksi online di Cirebon mengungkapkan sekalipun berbasis online, pihaknya sudah mematuhi ketentuan dan aturan yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat. "Kita ini taksi resmi, tapi memang dilengkapi dengan fasilitas online," kata Karsono, pengurus Bhinneka Taksi online yang beroperasi di Cirebon. Karena berizin resmi, armada mereka pun berpelat kuning.
Baca juga:
Tarif Baru Taksi Online, Luhut: Kalau Menolak, Pergi dari Sini
Sejumlah aturan yang sudah mereka patuhi diantaranya mengenai tarif. "Dalam aturan, ada tarif batas atas dan batas bawah," kata Karsono. Diantaranya saat buka pintu, tarif batas bawah Rp 7 ribu dan batas bawah Rp 9 ribu. Sedangkan per kilometernya dikenakan antara Rp 3.600 hingga Rp 6 ribu. Karsono mengaku, sebanyak 40 armada taksinya hingga kini masih menggunakan tarif batas bawah.
Dijelaskan Karsono, sejak awal mengeluarkan produk taksi, diluar bus, mereka sudah berbasis online. "Tapi kami tidak mengabaikan izin resminya juga," kata Karsono. Penggunaan taksi berbasis online dilakukan karena saat ini setiap orang tidak lepas dari teknologi, termasuk teknologi telepon pintar di tangan mereka.
Baca Juga:
Baca pula:
Kisruh Taksi Online, Luhut Tak Mau Taksi Konvensional Mati
Sementara itu mengomentari sejumlah taksi online lainnya, Karsono yang juga Sekretaris DPC Organda Cirebon ini meminta agar pemerintah benar-benar menegakkan aturan yang mereka buat. Diantaranya Permenhub No 32 tahun 2016 tentang Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek. Aturan tersebut diantaranya mengatur jika angkutan umum itu berplat kuning, bukan hitam seperti sekarang ini. Selain itu ada pula UU No 22 tahun 2019 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
Dalam peraturan tersebut tidak ada transportasi berupa ojek. "Ojek itu transportasi yang sebelumnya ada di pemukiman warga," kata Karsono. Tidak seperti sekarang ini, berseliweran di jalan-jalan umum. Kalau terus dibiarkan, maka telah terjadi inkonsistensi terhadap peraturan perundangan yang berlaku saat ini. "Berarti pemerintah belum mampu menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri," kata Karsono.
Silakan baca:
Pro Kontra soal Taksi Online, ini 11 Poin Revisi ...
Sementara itu Ridwan Fariduddin, manajer Jepri, taksi dan ojek berbasis daring yang juga beroperasi di Cirebon mengungkapkan jika pihaknya bersedia untuk mematuhi aturan baru yang ditetapkan pemerintah terkait angkutan online. "Tapi kami minta waktu. Ada masa transisi lah," kata Ridwan. Terutama masa untuk mengurus semua perizinan yang dibutuhkan. Karena menurut Ridwan mengurus perizinan angkutan di Pemprov Jabar cukup sulit. "Tapi kami akan tetap patuhi kalau memang itu ketentuannya," kata Ridwan.
Ridwan mengaku, kondisi angkutan online di Cirebon saat ini tidak separah di daerah lainnya. "karena permintaannya tidak sebanyak di daerah lain juga," kata Ridwan. Tidak hanya itu, tariff yang mereka tetapkan pun tidak jauh berbeda dengan tariff taksi resmi. Dimana untuk kilometer pertama mereka menetapkan Rp 30 ribu dan selebihanya dikenakan Rp 3.500/km. Ridwan mengakui jika banyak konsumennya yang protes dengan harga itu, tapi ia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisi di Cirebon memang tidak seperti kota-kota besar lainnya.
IVANSYAH