INFO JABAR - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyatakan stabilitas pasokan pangan dan mata rantai distribusi masih menjadi penentu kondisi harga pangan. Karena itu dibutuhkan solusi dari hulu sampai hilir agar stabilitas harga tetap terjaga.
“Ada tiga komoditas utama yang harus terjaga, yakni beras, bawang merah, dan cabai. Bagaimana dari hulu sampai hilir ini harus bisa dijaga,” kata Deddy saat membuka acara Temu Teknis Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI) di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Minggu malam, 19 Maret 2017.
Menurut Deddy, inflasi harus dijaga dengan stabilitas harga dari hulu ke hilir. "Jangan sampai ada mata rantai distribusi ini yang dirugikan mulai petani, distributor, pedagang, hingga pembeli . Inflasi Jawa Barat saat ini pada kisaran normal (2,75 persen pada 2016)," ujarnya.
Meski sudah diberlakukan program TTI sejak tahun lalu, kondisi harga pangan di Indonesia, khususnya Jawa Barat, masih bergejolak di pasaran. Karena itu, kata Deddy, pertemuan ini sangat penting dan strategis untuk mengatasi persoalan tersebut. Sebab, melalui pertemuan ini, informasi mengenai struktur produksi pangan hingga distribusi bisa diketahui semua pelaku pangan. “Informasi menjadi sangat penting, kapan tanamnya, kapan panennya, dan bagaimana cara para petani mendistribusikan produknya. Dengan begitu, pada saat harga bagus, maka bisa diatur dan diperhitungkan dengan baik,” ucap Deddy.
Untuk mengatasi persoalan harga dan pasokan pangan, sejak 2016, pemerintah telah menggulirkan program TTI. TTI merupakan proses pemotongan mata rantai distribusi pangan dari petani sampai tangan konsumen. Melalui TTI, mata rantai distribusi dipangkas menjadi hanya tiga, yaitu dari petani (anggota Gapoktan), Gapoktan membeli bahan pangan dari anggota (petani), Gapoktan menjual kepada TTI, dan TTI akan memasarkan langsung ke masyarakat.
Jika sebelumnya proses distribusi pangan dari petani hingga konsumen bisa delapan atau sembilan rantai, melalui TTI hanya dibutuhkan tiga rantai. “Artinya, di sana ada pemotongan rantai pasar. Dari Gapoktan ke TTI, dari TTI kemudian langsung ke konsumen,” ujar Riwantoro, Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, yang turut hadir dalam acara pembukaan.
Melalui program ini, kata Riwantoro, pemerintah berharap bisa mengurangi disparitas harga yang sangat tinggi antara petani dan konsumen. Ada tiga alasan TTI digulirkan. Pertama, pemerintah ingin membantu petani agar harga tak jatuh ketika masa panen. Kedua, melancarkan arus pasokan pangan hingga ke konsumen. Ketiga, konsumen mendapat harga bahan pangan yang terjangkau dan produk berkualitas baik.
Temu Teknis PUPM melalui TTI ini digelar dalam rangka sosialisasi program kepada pemangku kepentingan ketahanan pangan provinsi dan kabupaten/kota, masyarakat petani, dan pelaku perdagangan komoditas pangan se-Jawa Barat. “Kita ingin melakukan kerja sama yang mengikat dengan menandatangani perjanjian kerja sama antara PUPM dan TTI untuk mewujudkan stabilitas pasokan dan harga,” ucap Dody Firman Nugraha, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jawa Barat, dalam laporannya di acara pembukaan.
Dalam kesempatan ini dilakukan peluncuran pengiriman perdana penguatan usaha pangan masyarakat dari LUPM kepada TTI. Peluncuran dilakukan secara simbolis dari Gapoktan Jaya Makmur (Kota Bandung) kepadaToko Kembar (Kabupaten Bogor) dengan komoditas beras. Dari Poktan Mekar Mulya (Kabupaten Majalengka) kepada Toko Kopamas (Kabupaten Bekasi) dengan komoditas cabai, dan Poktan Cipta Raharja (Kabupaten Majalengka) kepada Toko Handoko (Kabupaten Bekasi) dengan komoditas bawang merah. (*)