TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, memohon kepada majelis hakim agar sidang pemeriksaan saksi ahli digelar sampai 18 April 2017.
“Yang Mulia, kami dapat menyetujui dua kali sidang seminggu, paling lambat tanggal 18, akhiri 18 April,” kata Edi Danggur, kuasa hukum Ahok, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa, 21 Maret 2017.
Baca: Sidang Ahok, Ahli Linguistik UI Jelaskan Arti Pakai di Pidato
Edi tidak menjelaskan alasannya. Namun, kalau melihat jadwal pilkada putaran kedua DKI Jakarta, 18 April merupakan hari terakhir minggu tenang karena keesokan harinya, 19 April 2017, digelar pemungutan suara.
Kuasa hukum Ahok sebetulnya memiliki satu kali kesempatan sampai pekan depan untuk menghadirkan tiga saksi ahli yang meringankan terdakwa Ahok. Namun kuasa hukum Ahok menyatakan ingin mengajukan 15 saksi tambahan.
Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Dwiarso Budi Santiarto, lantas mengusulkan agar persidangan digelar secara maraton sampai pukul 12 malam. Namun, setelah tim kuasa hukum bermusyawarah, mereka bersepakat sidang dilakukan dua kali dalam sepekan.
“Kami pertimbangkan itu, sehingga diusahakan tidak melewati lima bulan persidangan ini,” ujar Dwiarso. Menurut Dwiarso, perkara tersebut harus sudah diputus pada akhir Mei 2017. Hal itu sesuai dengan surat edaran Mahkamah Agung bahwa penyelesaian perkara di pengadilan tingkat pertama harus dilakukan paling lambat lima bulan. Adapun sidang Ahok pertama digelar pada 13 Desember 2016.
Selain itu, tutur Dwiarso, majelis hakim harus mempertimbangkan ekses dari gedung Kementerian Pertanian yang dipinjam untuk persidangan. Menurut Dwiarso, ekses sidang yang cukup lama tersebut membuat pihaknya menerima keluhan dari masyarakat, terutama terkait dengan kemacetan arus lalu lintas dan aktivitas pegawai di Kementerian Pertanian.
“Kami harus toleran terhadap mereka,” kata Dwiarso. Meski begitu, ucap Dwiarso, pihaknya tidak bermaksud membatasi atau mengurangi hak kuasa hukum Ahok untuk mengajukan pembelaan.
Baca juga: Sidang Ahok ke-15, Pengacara Hadirkan Kiai dari NU sebagai Saksi
Namun, ujar Dwiarso, majelis hakim tidak mempertimbangkan suatu perkara karena banyak-banyakan saksi. “Tapi mutu, bobot kesaksian ahli yang dihadirkan. Tidak seperti pilkada yang banyak yang menang. Kami tidak ada niat membatasi atau mengurangi saudara,” tuturnya.
FRISKI RIANA