TEMPO.CO, Jakarta – Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Argo Prabowo Yuwono, mengatakan berkas penyidikan para tersangka tengah disempurnakan atas permintaan kejaksaan terkait dengan kasus pembobol dana nasabah BTN, yang menggangsir uang sampai Rp 140 miliar.
Direktur Operasional PT Asuransi Jiwa Mega Indonesia Wishnu Priananto meminta polisi tak berhenti pada penerapan pasal penipuan dan pemalsuan. Menurut dia, penggelapan dana tersebut semestinya mengedepankan Undang-Undang Perbankan. “Dana itu dikirim ke rekening kami lewat sistem RTGS (real-time gross settlement). Di situ tertulis penempatan deposito, kenapa diabaikan dan berubah menjadi giro?” ujarnya.
Baca juga:
Polisi Limpahkan Berkas Pembobol BTN
Kuasa hukum Bank BTN, Mahendradatta, menilai UU Perbankan tak bisa diterapkan karena dokumen pembukaan rekening dipalsukan sebelum masuk ke sistem pembukuan bank. Menurut dia, kasus ini tak ubahnya penipuan undian berhadiah. Modus penggelapan ini semestinya bisa ditangkal jika para korban memverifikasi proses pembukaan rekening dan pembayaran bunga.
Baca pula:
Rayuan Paten Komplotan Pembobol BTN
Treasury Head PT Surya Artha, David Romagit, membantah penilaian itu. Menurut dia, prinsip kehati-hatian telah ditempuh dengan menyambangi kantor kas Cikeas sebelum pembukaan rekening. Ia menduga penggelapan itu tak lepas dari lemahnya peran gugus tugas anti-pencucian uang di BTN. “Masak iya, penarikan uang puluhan miliar tidak terpantau? Penarikan di kantor kas tak boleh lebih Rp 200 juta.”
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ikut turun tangan. Risalah rapat pada 8 Februari meminta BTN memarkir dana cadangan sebesar nilai yang disengketakan hingga kasus ini selesai. “Tidak perlu ada dana cadangan, kalau BTN mengakui adanya dana nasabah,” ujar Deputi Bidang Pengawasan Perbankan OJK, Irwan Lubis.
RIKY FERDIANTO
Simak:
Kasus Pungli di Samarinda, Polisi Tetapkan 3 Tersangka