TEMPO.CO, Samarinda - Ketua Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudera Sejahtera (Komura) Jaffar Abdul Gaffar meminta uang Rp 6,13 miliar yang disita polisi kemarin, 17 Maret 2017, segera dikembalikan. Ia membantah uang itu hasil pungutan liar. "Harus dikembalikan, itu milik buruh," kata Jaffar Abdul Gaffar kepada wartawan, Sabtu, 18 Maret 2017.
Gaffar sempat mengira uang yang disita senilai Rp 2 Miliar. Ia terkejut saat tahu total sitaan mencapai Rp 6,13 miliar. "Dua miliar kan? Enam? Oh mungkin itu uang gaji sekaligus SHU (sisa hasil usaha) koperasi," ujar dia.
Baca:
Tanggapi OTT di TKBM, Jokowi: Saber Pungli Itu Bekerja
SK Wali Kota Ini Dianggap Suburkan Pungli, Polisi...
Personel tim gabungan kepolisian dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polisi Republik Indonesia, Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Satuan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Kalimatan Timur Detasemen B Pelopor, dan Kepolisian Resor Kota Samarinda menyita uang senilai Rp 6,13 miliar itu dari ruang bendahara kantor Komura di Jalan Yos Sudarso, Kota Samarinda. Sebanyak 15 tenaga kerja bongkar-muat ditangkap karena diduga menerapkan tarif tinggi untuk jasa bongkar di Pelabuhan Samudera dan Terminal Pelabuhan Peti Kemas Palaran, secara sepihak.
Di Surabaya tarifnya sekitar Rp 10 ribu per kontainer. Sedangkan di Pelabuhan Samudera dan terminal peti kemas setempat tarifnya Rp 180-340 ribu yang ditentukan secara sepihak oleh buruh angkut. Bahkan, pungutan tetap diterapkan meski tidak ada kegiatan bongkar-muat oleh buruh. Berdasarkan hitungan polisi, diperkirakan ratusan miliar uang per tahun diperoleh dari praktek pemungutan tarif jasa bongkar-muat.
Baca juga:
Syarat Deposit Rp 25 juta untuk Pemohon Paspor, Ini Respons Kemlu
Kasus Pedofil Online, Kak Seto: Jangan Lihat Umur Tersangka
Hari ini, buruh yang tergabung dalam Koperasi Komura akan menerima gaji. Gaffar berharap uang yang disita dapat dikembalikan agar para buruh anggota Komura tidak telat menerima gaji. "Tidak ada yang melanggar aturan. Kalau disebut ada tindak pencucian uang, kami minta dijelaskan," ujar Gaffar.
Menurut dia, 15 orang yang ditangkap polisi itu bukan anggota Komura, tapi pekerja lokal di daerah itu. "Masa OTT sampai masuk ke sana (kantor Komura), saya tidak tahu itu," kata anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda itu.
Ia juga membantah soal tarif bongkar-muat yang dinilai terlalu tinggi dan ditetapkan secara sepihak. "Itu hasil kesepakatan yang dibahas setiap tahun.” Jika keberatan, kata dia, seharusnya pengguna jasa membicarakannya dengan Komura.
Menurut dia, tarif bongkar-muat kontainer di Kota Surabaya tak bisa disamakan dengan di Samarinda. Alasannya, jasa bongkar-muat di Surabaya dibayar harian. “Di sini mana bisa seperti itu?” Gaffar berjanji bersedia datang jika polisi meminta keterangnnya.
FIRMAN HIDAYAT | SAPRI MAULANA