TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri menilai aturan yang ditetapkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM bagi pemohon paspor baru sebagai respons terhadap maraknya buruh migran nonprosedural. Menurut Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Lalu Muhammad Iqbal, ada lebih dari 600 tenaga kerja Indonesia bermasalah yang ditampung oleh perwakilan RI di luar negeri setiap harinya.
"Sebanyak 90 persen dari mereka yang kami tampung di shelter dalam dua tahun terakhir adalah buruh migran nonprosedural," kata Iqbal saat ditanyai melalui aplikasi bertukar pesan, Jumat, 17 Maret 2017.
Baca: Polda Jawa Timur Gagalkan Pengiriman 45 Calon Buruh Migran
Iqbal mengatakan keberangkatan buruh migran tanpa prosedur yang tepat bisa membahayakan keselamatan. Selain rentan eksploitasi, Kementerian Luar Negeri pun kesulitan membantu penyelesaian masalah para buruh migran nonprosedural. "Ketika menghadapi masalah sangat rumit penyelesaiannya karena mereka tidak memiliki skema perlindungan."
Menurut dia, masalah buruh migran nonprosedural ada di hulu, yaitu saat keberangkatan. "Sulit menangani ketika mereka sudah keluar dari perbatasan.” Wewenang Kementerian Luar Negeri sangat terbatas.
Baca juga:
Sidang E-KTP, Saksi Bilang Irman Sering Minta Uang ke Andi
Sidang E-KTP, Pesan Setya Novanto: Bilang Tidak Kenal Saya
Upaya pencegahan buruh migran nonprosedural oleh imigrasi, menurut Iqbal, telah disepakati Kementerian Luar Negeri, Polri, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Ditjen Imigrasi Agung Sampurno, Rabu lalu, mengatakan ketentuan mengenai deposit itu tak berlaku bagi semua pemohon. "Syarat itu hanya diminta bagi mereka yang diduga kuat akan menjadi tenaga kerja nonprofesional.” Sedangkan pemohon yang memiliki identitas kepegawaian tidak dimintakan syarat itu.
YOHANES PASKALIS