TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan mengambil alih tugas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang dibubarkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2017. Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Anita Firmanti Eko Susetyowati mengatakan tugas BPLS akan diambil alih Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. "BPLS akan berganti nama menjadi Pusat Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (PPLS)," ucapnya kepada Tempo, Kamis, 16 Maret 2917.
Anita menjelaskan, lembaga baru ini harus melakukan beberapa pekerjaan, salah satunya validasi ulang korban penerima ganti rugi. Dia berujar, berkas data sebagian warga di kawasan terkena dampak lumpur tidak bisa dibuktikan. "Berkas-berkas itu harus dicek lagi," tuturnya.
Baca: BPLS Dibubarkan, Pansus Lapindo DPRD Sidoarjo Minta Penjelasan
Meski menegaskan komitmen untuk terus membayar ganti rugi yang belum selesai, Anita mengatakan pemerintah tidak bisa begitu saja membayarkannya. "Kalau benar-benar clear, bisa. Kalau tidak, suatu saat bisa jadi kasus lain," ucapnya.
Sampai saat ini, masih ada 213 berkas warga dan fasilitas umum/sosial yang berlokasi di 66 rukun tetangga di luar peta area terdampak (PAT) lumpur Lapindo. Ada pula 84 berkas korban yang berada di dalam PAT tap belum dibayar. Penyebabnya, ujar Anita, dari kelengkapan administrasi, masalah waris, sampai debat soal status tanah basah-tanah kering yang berbeda nilai ganti ruginya.
Rencananya, PPLS mulai bekerja pada pekan depan. Anita menjelaskan, tugasnya tidak akan berbeda dengan yang selama ini ditangani BPLS. Namun, selain membayarkan ganti rugi, lembaga baru ini akan menata kawasan yang terkena luapan lumpur Lapindo agar bisa dikembangkan. "Kami tidak akan membiarkannya terus seperti itu. Nanti akan dilakukan pengendalian, yang mungkin belum bisa berjalan terpadu sebelumnya," tuturnya.
Baca: Pengusaha Korban Lumpur Lapindo Tak Dapat Dana Talangan
Warga korban lumpur Lapindo yang belum mendapat ganti rugi menyambut baik perubahan BPLS menjadi PPLS. Koordinator korban lumpur Lapindo, Abdul Fattah, menilai BPLS kurang serius menyelesaikan masalah ganti rugi. Fattah mengaku sering diundang ke pertemuan BPLS untuk membahas pelunasan ganti rug, tapi tak kunjung terealisasi. Padahal sebagian berkas mereka sudah divalidasi bersamaan dengan 13 ribu berkas lain yang sudah dilunasi.
Menurut Fattah, masih ada 150-an warga korban lumpur di dalam PAT yang belum mendapat ganti rugi. Dari jumlah itu, 83 berkas belum mendapat pelunasan, 30 berkas belum mendapat ganti rugi sepeser pun, dan sisanya tidak jelas.
Juru bicara BPLS, Khusnul Khuluk, menyangkal jika lembaganya disebut tak serius menyelesaikan ganti rugi. Menurut dia, pembayaran ganti rugi bergantung pada pencairan dana dari PT Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar PT Lapindo Brantas Inc. "Kalau Minarak sepakat, ya selesai," tuturnya. Ketidaksepakatan itu menyangkut masalah waris serta ketidakcocokan data yang dimiliki Minarak dengan warga mengenai status tanah basah-tanah kering. Khusnul menyebutkan ada 84 berkas senilai Rp 49 miliar yang belum lunas dibayar.
Baca: BPLS Bubar, Soekarwo: Peran Diambil Kementerian Pekerjaan Umum
Direktur Utama Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla menyatakan tetap berkomitmen membayar ganti rugi korban lumpur yang ada di dalam PAT. "Kami tunggu dana talangan dari pemerintah," katanya. Ihwal ketidaksepakatan dengan korban lumpur, ia mempersilakan warga menyelesaikannya di pengadilan.
ANGELINA ANJAR | NUR HADI (SIDOARJO)