TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan warga Bandung dan Malang menandatangani petisi online situs Change.org untuk menolak keputusan pemerintah daerah mereka masing-masing soal pembatalan aturan yang menjadi payung hukum transportasi online. Mereka memprotes keputusan tersebut karena pemerintah daerah dianggap tidak memperhatikan kebutuhan warga akan transportasi yang aman dan nyaman.
“Petisi tersebut secara garis besar mengatakan bahwa warga memiliki hak untuk memilih moda transportasi yang paling baik untuk mereka. Transportasi konvensional yang selama ini ada dinilai tidak cukup baik dari segi pelayanan dan keamanannya,” ujar Tama, pencetus petisi dari Malang, Senin, 13 Maret 2017.
Baca juga: Kiai Lirboyo: Jenazah Ahli Maksiat Sekalipun Wajib Disalatkan
Hingga berita ini ditulis, setidaknya petisi tersebut sudah didukung oleh 9.897 orang dari warga Kota Malang, sementara itu untuk Kota Bandung sudah ditandatangani oleh 11.103 orang. Kehadiran kendaraan berbasis online menimbulkan sejumlah polemik di Bandung dan Malang. Transportasi konvensional memprotes transportasi online, dengan memilih mogok dan berunjuk rasa.
Sejak ia kecil, Tama menuturkan transportasi umum yang masih bertahan adalah angkutan kota yang berwarna biru. Kemudian, muncul taksi konvensional. Namun, Tama menilai kehadiran transportasi umum tersebut tidak cukup membantu mobilitas warga Kota Malang dan sekitarnya.
“Untuk sepuluh tahun kebelakang mungkin iya, tapi untuk Malang raya sekarang dengan segala problematikanya? Jelas tidak, penumpang pasti butuh transportasi yang nyaman - aman - dan mudah di dapat tanpa harus oper-oper angkot beberapa kali hanya untuk satu tujuan saja,” kata Tama.
Baca: Aturan Baru Angkutan Umum Terbit Akhir Bulan Ini
Tama menilai kondisi angkutan umum sama sekali tidak nyaman untuk digunakan. Belum lagi kondisi kendaraan, yang ia berkali-kali jumpai, seperti lampu utama malam hari tidak menyala, kaca belakang mobil tidak ada, dan diganti lembaran plastik. Belum lagi penumpang harus menunggu lama karena ‘ngetem’.
Menurut Tama, untuk saat ini transportasi online bisa jadi solusi. Namun ia berharap ke depannya pemerintah Malang dapat menyediakan transportasi masal yang nyaman dan aman. Ia berpesan kepada pihak-pihak yang merasa tersaingi dengan adanya transportasi berbasis online agar dapat membenahi kenyamanan dan kondisi kendaraan, serta keramahan pengemudi.
Sementara itu, kondisi transportasi Kota Bandung tak kalah menyedihkan. Pembuat petisi yang mengatasnamakan warg Bandung menyanyangkan kekerasan yang terjadi saat aksi unjuk rasa yang diadakan aliansi angkot dan taksi, serta intimidasi di stasiun, bandara, dan terminal. Dalam petisi itu, mereka menilai Bandara Internasional dan Stasiun Bandung yang seharusnya menyambut pendatang dengan ramah justru dimonopoli taksi “resmi” harga selangit.
Baca juga: Larang Siaran Langsung Sidang E-KTP, Ini Kata Bagir Manan
“Taksi konvensional juga melarang transportasi alternatif untuk menjemput penumpang dari bandara dan stasiun. Sangat tidak nyaman untuk warga dan pengunjung Bandung. Menodai citra kota pada kesan pertama tiba di Bandung,” tulis petisi itu.
Menurut mereka, pengusaha transportasi konvensional seharusnya bergabung dengan taksi online jika masih belum bisa memperbaiki layanannya. Dengan demo mogok angkutan, pelarangan, dan boikot transportasi ataupun aksi-aksi kekerasan, kata dia, hanya akan membuat warga dan tamu Bandung semakin apatis menggunakan transportasi umum lokal.
Petisi itu juga menyampaikan kekecewaan warga Bandung dengan pernyataan pemerintah daerah di media bahwa solusi dari gejolak persaingan transportasi ini justru dengan menutup transportasi online yang memberi pelayanan lebih baik. “Penumpang tidak takut pada intimidasi. Jangan paksakan kami, warga Bandung, sebagai pengguna transportasi untuk hanya menggunakan transportasi yang bertentangan dengan semangat Bandung Kota Kreatif.”
LARISSA HUDA