INFO NASIONAL - Salah satu poin dalam Nawacita yang dicanangkan pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah kedaulatan pangan. Kemandirian pangan merupakan tujuan dan cita-cita nasional. Pangan sebagai kebutuhan primer menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Untuk mencapai kemandirian pangan ini perlu sinergi dari semua pihak terkait.
Menyadari peran vital air dalam keberlangsungan pertanian, keberadaan irigasi dan sistemnya harus dijaga optimalisasinya. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) sebagai yang berwenang dalam kebijakan infrastruktur irigasi di tingkat pusat terus berupaya mewujudkan irigasi yang efektif dan efisien.
"Dalam mewujudkannya tentu bukan tanpa tantangan. Ada beberapa hal yang menjadi hambatan," ungkap Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Sumber Daya Air KemenPUPR Ir. Imam Santoso M.Sc saat talkshow di Seminar Nasional dengan tema Modernizing Irrigation and Drainage for a New Green Revolution di Jambi pada 11 Maret 2017.
Seminar ini diselenggarakan oleh Indonesian National Committee on Irrigations and Drainage (INACID). Tidak hanya seminar, dalam acara yang berlangsung 10-11 Maret 2017 i ini juga dihelat kongres, Rapat Anggota Tahunan INACID, dan pengukuhan pengurus komite International Commission on Irrigation and Drainage (ICID) Provinsi Jambi.
Pada pembukaan acara di 10 Maret, Menteri PUPR Dr. Ir. Basuki Hadimuljono M.Sc menyatakan bila lewat seminar nasional dibahas gagasan serta pendapat para ahli dalam pendayagunaan sumber daya air untuk irigasi dan drainase. Dalam rangka mendukung kedaulatan pangan nasional tanpa mengesampingkan aspek konservasi dan pengendalian daya rusak air.
Lebih lanjut, dijelaskan Dirjen SDA KemenPUPR Imam Santoso beberapa hal yang menjadi tantangan terkait irigasi. "Saat ini keandalan air irigasi masih rendah. Hanya 11% luas irigasi permukaan yang airnya dijamin oleh waduk. Target kami pada 2022 akan terealisasi 65 bendungan di Indonesia untuk mengoptimalkan irigasi pertanian. Nantinya setelah bendungan terealisasi kami menargetkan naik menjadi 17%,“ tambah Imam.
Prasarana irigasi rusak sebesar 46% dimana 84% diantaranya merupakan irigasi kewenangan provinsi dan kabupaten. Selain itu, belum fungsionalnya seluruh daerah irigasi yang telah dibangun oleh pemerintah. Luas fungsional daerah irigasi, yaitu luas daerah irigasi yang dapat diairi, diperkirakan baru 70% dari luas irigasi permukaan nasional 7,145 juta hektar.
Untuk mengatasi hal ini tentunya butuh pengambilan langkah yang tepat. "Supaya tidak terjadi salah langkah, kami melakukan audit kinerja irigasi untuk melihat kondisi dan identifikasi irigasi di Indonesia. Sehingga sasaran program lebih jelas," jelas Imam Santoso. Untuk sarana yang rusak tentu akan direhabilitasi dan modernisasi.
Hal lain yang juga menjadi hambatan dalam irigasi adalah belum optimalnya manajemen irigasi yang mengakibatkan belum efisiennya penggunaan air irigasi. Kehilangan air irigasi baik dari conveyance losses maupun operational losses dapat mencapai 40-50%. "Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan efisiensi adalah membangun saluran irigasi tersier," ungkap Andi Sudirman, Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera VI. Terobosan dan inovasi memang terus diperlukan menuju swasembada. (*)