TEMPO.CO, Jakarta - Warga Pulau Gili Raja Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menolak kegiatan survei seismik yang dilakukan perusahaan migas Husky CNOOC Mineral Langgeng (HCML) di lapangan migas lepas pantai bernama MAC. Penolakan itu disampaikan warga saat Ketua dan semua anggota Komisi II DPRD Sumenep berkunjung ke Gili Raja.
"Warga menolak karena survei itu menyebabkan rumpon (rumah ikan) rusak, apalagi saat survei berlangsung, nelayan dilarang lewat di dekat lokasi survey," kata Ketua Komisi II DPRD Sumenep, Darul Hasyim Fath, Ahad, 12 Maret 2017.
Baca : Wacana Provinsi Madura, Bupati Sumenep Setuju Pemekaran Wilayah
Dari pertemuan itu Darul menyimpulkan ada dua hal yang membuat warga bersikap terhadap keberadaan perusahaan migas. Penyebab pertama karena masyarakat tidak pernah dilibatkan langsung saat sosialisasi. Perusahaan migas cenderung hanya mengundang kepala desa, pemuda, LSM dan tokoh masyarakat setempat dalam sosialisasi.
Penyebab kedua masyarakat trauma. Darul menuturkan sebelum Husky datang, PT Santos pernah mgebor di sekitar perairan Gili Raja. Dan selama Santos ngebor, janji-janji pembangunan seperti jalan, pembangunan madrasah hingga layanan kesehatan tak ada realisasi. "Begitu pengakuan masyarakat ke kami dan ada rekamannya," ujar dia.
Politisi PDI Perjuangan ini menegaskan kegetolan DPRD Sumenep menyorot masalah migas di Gili Raja bukan bermaksud menghambat investasi, namun diharapkan tetap ada sikap manusiawi dari investor terhadap warga lokal terdampak.
Sebab itu, Darul menyayangkan pemberitaan yang menyebut warga Gili Raja menolak kunjungan DPRD Sumenep. Yang terjadi, kata Darul, rombongan Komisi I memang sempat dicegat warga di jembatan. Mereka menyampaikan bila kunjungan DPRD hanya untuk membela HCML maka sebaiknya pulang saja. Namun setelah dijelaskan maksud kunjungan tersebut, warga menerima dan pertemuan digelar di rumah salah satu kepala desa.
"Saya kira kuncinya ada di SKK Migas Jabanusa karena mereka yang paling kompeten mengatur investor agar melakukan sosialisasi dengan benar, sayangnya selama ini SKK Migas terkesan menjadi pelindung investor," terang dia.
Kepala SKK Migas Jabanusa, Ali Mahsyar membantah ada penolakan dari warga kepada HCML. Menurut dia, warga hanya meminta agar HCML melakukan sosialisasi susulan kepada masyarakat yg belum menerima sosialisasi. "Alhamdulillah minggu kemarin sudah dilakukan sosialisasi tambahan," kata dia.
Simak pula : Jokowi: Sistem E-KTP Bubrah Karena Anggarannya Dikorupsi
Humas SKK Migas Jabanusa, Fattah Yasin menambahkan sebenarnya sosialisasi sudah dilakukan. Namun dia mengakui sosialisasi tersebut hanya kepada warga Desa Gili Genting karena dinilai paling dekat area laut yang akan disurvei. Namun, ternyata warga Desa Gili Raja juga meminta mendapat sosialisasi karena nelayan di sana juga merasa keberadaan kegiatan migas tersebut juga akan berdampak pada mereka.
Atas permintaan warga itulah, kata Fattah, pada tanggal 7 dan 8 Maret, SKK Migas dan HCML menemui warga Gili Genting dan Gili Raja. Dia mengaku pertemuan itu hanya dengan para kepala desa, perangkat, tokoh masyarakat dan perwakilan warga. "Mestinya yang ngundang semua warga itu kepala desa bukan kami," terang dia.
Terpisah, Juru Bicara HCML, Hamim Tohari menyebutkan selama 2016 sosialiasi kepada warga telah dilakukan sebanyak tiga kali, pertama di Hotel C1 Sumenep, Kantor BLH Sumenep dan Hotel Novotel Surabaya. "Saya lupa tanggalnya, tapi yang pasti sudah kami lakukan. Kami hanya lakukan marine survei," kata dia.
Marine Survei dibutuhkan untuk mengetahui besat gelombang, tekanan udara, kondisi tanah di dasar laut hingga kondisi biota. Kata Hamim, data itu dibutuhkan untuk melengkapi dokumen AMDAL sebagai syarat utama yang harus dipenuhi agar bisa ngebor di Lapangan migas MAC. "Data ini penting untuk menetukan dimana lokasi membangun anjungan yang tepat serta tidak merusak terumbu karang".
Hamim memastikan marine survei itu tidak merusak rumpon milik nelayan.
MUSTHOFA BISRI