TEMPO.CO, Yogyakarta - Klub Baca Buku Jogja, sebuah komunitas pencinta buku giat menyebarkan virus membaca. Setiap Minggu sore tiap bulan bagi anggota membaca dan berdiskusi soal buku. Sedikitnya, ada limapuluhan anggota klub yang telah bergabung untuk membaca dan berdiskusi buku. Pencinta buku sering disebut sebagai kutu buku, terjemahan bebas dari bookworm. Namun bagi klub ini, menyebutnya sebagai cacing buku.
"Bekerja dalam diam tapi menyuburkan," kata kordinator Klub Baca Buku Jogja, Sholahudin Nurazmy, Selasa, 7 Maret 2017.
Baca juga: Cerita Para Penyebar Virus Membaca
Para anggota klub ini terdiri dari semua kalangan. Ada mahasiswa, pegawai swasta, sutradara, wartawan, ibu rumah tangga, santri dan para pelajar. Tidak hanyabitu, peserta membaca buku ini juga ada dari psikolog dan pemandu wisata.
Mereka dengan suka dan rela datang ke lokasi yang ditentukan untuk membaca dan berdiskusi tentang buku yang telah disiapkan untuk dibahas. Uud, panggilan Sholahuddin, ingin mengajak masyarakat mencintai dan membaca buku. Sebab, dengan membaca buku menjadi pintar. Sedangkan membaca berita menjadi tahu.
Virus membaca buku disebar di semua kalangan. Bahkan, dari membaca buku justru bisa membuat atau menulis buku. Budaya membaca buku di kalangan masyarakat saat ini sudah mulai berkurang. Apalagi adanya serangan gawai pintar digital yang menyebabkan orang malas membaca buku. "Emang ada e-book, tapi lebih nyaman mana, membaca buku digital atau membaca buku cetak kerta," kata dia.
Sedikit, demi sedikit, sejak klub ada 2014, peserta yang ikut klub membaca ini semakin bertambah. Dimulai hanya beberapa orang yang bisa dihitung jari satu tangan, kibi sudah mencapai lebih dari limapuluh orang.
Uniknya, mereka tidak dipungut biaya. Bahkan kadang-kandang justru ada yang memberikan buku untuk dibaca dan dikaji. Urusan konsumsi, ada saja yang rela mengeluarkan minuman dan makanan ringan.
Sholahudin, sebagai founder Klub Baca Buku Jogja menuturkan kegiatan klub baca ini adalah untuk merayakan sebuah buku dengan cara membaca dan membincangkannya bersama-sama.
Di awali di Yogyakarta, sekarang Klub Baca sudah ada di kota lain seperti Magelang dan Bandung. Cita-citanya adalah turut menyebarkan virus membaca sebagai gaya hidup khususnya di kalangan anak muda. Buku mungkin tidak otomatis mengatasi semua masalah, tetapi dengan membaca buku pembaca dapat memetakan sebuah masalah dengan lebih banyak perspektif. "Keanggotaan di Klub Baca sangat lentur membuat masyarakat umum nyaman untuk datang," kata Uud.
Agenda para anggota klub cukup unik, membaca buku yang ditentuka lalu membahasnya dalam obrolan ringan sembari mengisi waktu liburan di hari Minggu. Contohnya di akhir Pebruari 2017, Ismail Basbeth, sutradara muda menyediakan diri untuk memgawali membaca buku To Kill A Mockingbird karya Harper Lee.
Sebagai pengajar di workhop-workshop film, Ismail memberikan buku ke setiap orang yang ingin belajar membuat film untuk membaca buku ini. Karena sudut pandang dan cara menceritakan tokoh-tokohnya dengan detail. Begitu juga semua kejadian yang ada dalam cerita buku semua saling terkait. Semua karakkter yang ada dinarasikan dengan detail oleh penulis.
"Di buku ini, kita bisa baca bagaimana dari satu kisah keluarga bisa menjelaskan kehidupan warga satu kota," kata Ismail Basbeth.
Review buku para peserta workshop turut menentukan apakah dia bisa melanjutkan proses belajarnya bersama Basbeth atau tidak. Harper Lee, si penulis buku memang memiliki gaya bercerita yang khas yaitu bagaimana menggabungkan realitas dan fantasi dengan meminjam sudut pandang anak-anak.
Pratiwi Kumalasari, salah satu pembaca buku yang bekerja sebagai pembina PKSS (PT Prima Karya Sarana Sejahtera) menyatakan forum baca buku ala klub yang menyenangkan adalah adanya kesempatan untuk bisa saling bercerita soal isi buku dengan santai.
Ia mengaku bergabung dengan Klub Baca Buku Jogja baru kali kedua setelah membaca pengumuman di media sosial. Ia tertarik acara baca buku bersama setelah tahu pembacanya dari beragam kelompok kreatif dan suka menebarkan virus baca buku. "Di sini bisa memotivasi untuk memunculkan ide segar buat menulis. Bisa bertemu sosok kreatif dari berbagai disiplin ilmu, sharing ilmu," kata Pratiwi.
SYAIFULLAH