TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Banten Rano Karno disebut menerima duit Rp 300 juta dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Hal itu terungkap dalam materi dakwaan jaksa di sidang dugaan korupsi anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada APBD 2012 dan APBD Perubahan 2012 dengan terdakwa Atut Chosiyah.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 8 Maret 2017, Ratu Atut didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain hingga merugikan negara sebesar Rp 79,79 miliar. Nama Rano terselip di antara orang-orang yang diduga ikut diperkaya oleh Atut.
Baca juga: Lagi, Rano Karno Disebut Terima Rp 3 Miliar dari Adik Atut
"Terdakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Memperkaya terdakwa sebesar Rp 3,859 miliar, memperkaya Rano Karno sebesar Rp 300 juta," kata jaksa penuntut umum pada KPK Budi Nugraha saat membaca dakwaan.
Duit korupsi merupakan hasil kongkalikong antara Ratu Atut dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang menjabat Komisaris Utama PT Balipasific Pragama. Sedangkan Rano menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten saat masa kepemimpinan Atut.
Pada saat penyusunan dan pelaksanaan anggaran untuk alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Banten tahun anggaran 2012, atas perintah Atut, Wawan berkoordinasi dengan Kepala Dinas Kesehatan Djadja Buddy Suhardja menentukan anggaran hingga pemenang tender.
Baca: Sidang Korupsi Alkes, Jaksa Dakwa Atut Rugikan Negara Rp 79,79 M
Akhirnya disepakati perusahaan yang memenangkan proyek berdasarkan pilihan Wawan. Pelelangan dilakukan tanpa melakukan survei. Seluruh pembayaran pengadaan yang bersumber dari APBD dan APBDP tahun 2012 pada Dinas Kesehatan Banten sebesar Rp 112,78 miliar pun terkumpul di rekening PT Balipasific Pragama.
Selanjutnya uang itu dibagi-bagi kepada Wawan sebesar Rp 50 miliar, Atut Rp 3,859 miliar, Yuni Astuti Rp 23,4 miliar, Djadja Buddy Suhardja Rp 590 juta, Ajat Drajat Ahmad Putra Rp 345 juta, dan Rano Karno Rp 300 juta.
Uang juga dibagikan kepada Jana Sunawati sebesar Rp 134 juta, Yogi Adi Prabowo Rp 76,5 juta, Tatan Supardi Rp 63 juta, Abdul Rohman Rp 60 juta, Ferga Andriyana Rp 50 juta, Eki Jaki Nuriman Rp 20 juta, Suherman Rp 15,5 juta, Aris Budiman Rp 1,5 juta, dan Sobran Rp 1 juta.
Selain kepada perorangan, Atut juga didakwa memberikan fasilitas berlibur ke Beijing dan uang saku untuk pejabat Dinas Kesehatan Banten, tim survei, panitia pengadaan, dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan sebesar Rp 1,65 miliar.
"Pemberian ini dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 79,79 miliar," kata jaksa Budi.
Kuasa hukum Atut, TB Sukatma mengatakan uang Rp 300 juta yang diterima Rano Karno hanya terkait dengan alkes (alat kesehatan). Menurut dia, Rano menerima lebih dari itu untuk perkara pencucian uang.
"Ini khusus untuk alkes ya. Kalau TPPU-nya itu jelas ada juga lebih dari Rp 4 miliar aliran dana kepada yang bersangkutan," kata Sukatma. Dugaan ini, kata dia, berdasarkan pada keterangan saksi.
Dalam surat dakwaan, jaksa tidak menjelaskan peran Rano sehingga mendapatkan uang tersebut. Adapun Sukatma juga mengatakan masih belum tahu untuk apa peruntukan uang itu kepada pemeran Si Doel ini. "Saya kira nanti di persidangan akan dijelaskan," ucap dia.
Rano Karno belum bisa dikonfirmasi soal tudingan ini. Namun dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Rano membantah ada aliran dana dari Atut ke dirinya. "Tidak pernah ada transfer itu. Di era seperti ini, seluruh lalu lintas keuangan bisa dicek melalui PPATK. Silakan cek, benarkah transfer itu ada," kata Rano, 3 April 2014.
Rano mengatakan hal itu terkait pernyataan bendahara pribadi Atut, Yayah Rodiyah, yang menjadi saksi kasus dugaan suap pilkada Banten dengan terdakwa Wawan. Yayah dalam sidang itu menyatakan telah mentransfer sejumlah uang ke Rano.
MAYA AYU PUSPITASARI