TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi FH Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, memprediksi para partai tidak akan pecah bila beberapa nama politikus disebut dalam dakwaan kasus korupsi KTP berbasis elektronik atau e-KTP. Sebab, ada kemungkinan banyak politikus dari berbagai partai yang akan disebut dalam dakwaan kasus dengan berkas sepanjang 2,5 meter dan tebal 24 ribu halaman itu. "Terlalu dini memprediksi akan ada perpecahan partai," katanya saat dihubungi, Senin, 6 Maret 2017.
Menurut Hifdzil, saat mantan politikus Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin, “bernyanyi” tentang keterlibatan koleganya di partai yang sama dalam kasus korupsi Hambalang, terjadi perpecahan di partai tersebut. Ada yang berpihak ke mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, ada pula yang berpihak ke keluarga Cikeas, dengan Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono. "Tapi, berbeda dengan nyanyian Nazarudin, kasus e-KTP ini kemungkinan melibatkan banyak partai yang pernah duduk di Komisi Kependudukan DPR RI," katanya.
Baca juga: Dugaan Korupsi E-KTP, Ahok: Siapa Berani Kasih Duit Gua?
Hifdzil pun ragu ketika ditanya tentang akan menurunnya popularitas suatu partai. Dari sejarah yang ada, saat Ketua Umum Partai Keadilan Sosial disebut terlibat dalam kasus impor daging, elektabilitas partai PKS merosot tajam. Contoh lain, saat Ketua Umum Partai Demokrat dibombardir isu kasus korupsi Hambalang dan kasus Kongres Demokrat, elektabilitas partai berlambang Mercy itu pun merosot tajam.
Kali ini santer terdengar nama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto terseret kasus e-KTP. Hifdzil menduga kemerosotan tidak akan terjadi. Ia berkaca saat nama Setya Novanto disebut dalam beberapa kasus, seperti kasus Papa Minta Saham, elektabilitas Partai Golkar pun stabil. "Partai beringin memiliki basis yang kuat. Dibanding PKS dan Partai Demokrat, Partai Golkar pun sudah cukup tua umurnya," katanya.
Hifdzil menambahkan, bila ada kepala daerah yang disebut terlibat dalam kasus e-KTP, ada kemungkinan citranya akan menurun. "Citra kepala daerah itu akan meredup bila ia akan menyalonkan diri kembali pada periode mendatang, walaupun secara hukum dia tidak bisa dilengserkan kecuali disebut tersangka," ucapnya.
Untuk mengurangi kemerosotan popularitas dan elektabilitas partai, Hifdzil menyarankan para partai pengusung bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyelesaikan kasus e-KTP. Bekerja sama dengan KPK berarti mau memberikan berbagai informasi terkait keterlibatan anggotanya dengan kasus tersebut. "Lebih baik memberikan pernyataan mau bekerja sama dengan KPK, dibanding pasif dan membiarkan nasib partai terombang-ambing oleh opini publik," katanya. Komitmen partai untuk mau bekerja sama dengan KPK akan sedikit mengembalikan kepercayaan publik kepada partai.
MITRA TARIGAN
Simak: Suap Patrialis Akbar, KPK Geledah Kantor Bea Cukai Pusat
Video Terkait:
Berkas Kasus Korupsi Pengadaan e-KTP Siap Disidangkan
Terkait Kasus E-KTP, Anggota DPR Ade Komarudin Diperiksa KPK
Anas Urbaningrum Diperiksa KPK Terkait Proyek E-KTP