TEMPO.CO, Jakarta - Manajer Finansial PT Eka Prima Ekspor Indonesia (EKP) Yuli Kantren menyebut nama Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv sebagai calon penerima suap terkait dengan permasalahan pajak PT EKP. Direktur PT EKP Ramapanicker Rajamohanan Nair ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menyuap pejabat Ditjen Pajak.
Yuli mengatakan awalnya Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Handang Soekarno meminta Rajamohanan membayar Rp 6 miliar untuk menyelesaikan permasalahan pajak PT EKP.
Menurut dia, uang itu juga akan diberikan kepada Haniv. "Bapak (Mohan) selalu menyebut uang itu untuk Pak Handang. Tapi Bapak pernah bilang itu sudah termasuk Pak Haniv," kata dia saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 6 Maret 2017.
Baca: Sidang Suap Pajak, 5 Staf KPP MPA Kalibata Jadi Saksi
Yuli tak tahu alasan Mohan ingin memberikan uang kepada Haniv. Namun, Yuli mengakui pernah bertemu dengan Haniv untuk berkonsultasi dengan Haniv terkait dengan masalah pajak PT EKP.
PT EKP tercatat sebagai wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam (KPP PMA Enam). Perusahaan ekspor ini tercatat memiliki sejumlah permasalahan pajak, yaitu restitusi pajak, tax amnesty, surat tagihan pajak, pencabutan pengusaha kena pajak, dan bukti permulaan. Untuk menyelesaikan permasalahan itu, Rajamohanan diduga menyuap Handang sebesar Rp 6 miliar.
Chief Accounting PT EKP Siswanto berujar, saat bertemu dengan Haniv, mereka disarankan membuat surat permohonan pencabutan surat tagihan pajak jika keberatan. Haniv pun menjelaskan bahwa PT EKP masih bisa mengajukan tax amnesty, namun dengan tarif 3 persen. "Di hari yang sama saya masukkan surat ke Kalibata (KPP PMA Enam)," katanya. Selanjutnya, PT EKP menerima surat ketetapan pembatalan STP sebesar Rp 78 miliar.
Baca: Iparnya Terkait Suap Pajak, Jokowi Tak Akan Intervensi KPK
Pada 14 November 2016, Mohan bertemu dengan Handang di restoran Nippon-Kan. Dalam pertemuan itu, Handang diduga meminta Rp 6 miliar karena telah membantu menyelesaikan tiga permasalahan pajak, yaitu masalah STP, bukti permulaan, dan tax amnesty.
"Saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Saya gabung tidak lama. Setelah Pak Handang pulang, Pak Mohan cerita, ini gimana Siswanto dia minta 10 persen," kata Siswanto di depan majelis hakim.
Keesokan harinya, Mohan, Siswanto, dan Yuli mengadakan rapat. Mendengar permintaan Handang, Yuli kebingungan. Menurut dia, penyelesaian masalah pajak PT EKP sudah sesuai prosedur. "Saya bilang kita sudah di posisi yang benar, kenapa kita harus bayar? Pak Mohan juga bingung," kata dia.
Karena keuangan perusahaan tidak memungkinkan untuk menyediakan uang Rp 6 miliar, Rajamohanan akhirnya baru memberikan Rp 1,9 miliar kepada Handang. Duit ini lah yang ditemukan penyidik KPK saat operasi tangkap tangan.
MAYA AYU PUSPITASARI