TEMPO.CO, Yogyakarta - Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayor Jenderal Abdul Rahman Kadir mengatakan saat ini terdapat sekitar 600 mantan narapidana kasus terorisme di tengah masyarakat. Mereka tersebar di 17 provinsi. Dari jumlah tersebut, kata Kadir, baru 184 orang yang terdeteksi keberadaannya.
Menurut Kadir program deradikalisasi terhadap mereka sudah dilakukan dengan berbagai cara. Namun masih banyak dari para narapidana kasus terorisme itu yang tidak mau didekati untuk mendapatkan bimbingan. BNPT sendiri, ujar dia, punya dua program, yaitu deradikalisasi dan kontraradikalisasi.
"Saat ini ada 600 mantan narapidana terorisme di tengah masyarakat. Ada sebanyak 250 narapida terorisme yang masih tersebar di 77 Lembaga Pemasyarakatan," kata dia dalam sebuah sarasehan di Yogyakarta, Kamis, 2 Maret 2017.
Baca: Bom Bandung, Pelaku Sempat Serang Pegawai Kelurahan Arjuna
Kadir mengakui proses deradikalisasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, paham radikal yang menjurus pada terorisme itu sudah kuat mengakar di sanubari dan pikiran mereka.
Kadir mencontohkan Yayat Cahdiyat, pelaku bom panci di Cicendo, Bandung Senin lalu. Dia baru keluar dari penjara pada April 2015. Di dalam penjara Yayat tidak bisa didekati untuk melunturkan paham radikal yang ia anut. Sebab, dia juga punya hak untuk tidak mau didekati oleh siapapun. "Yang seperti itu jumlahnya banyak, tentu kita tidak bisa membiarkan," kata Kadir.
Soal ekonomi, kata jenderal bintang dua ini, tidak semua mantan teroris berkecukupan. BNPT melakukan pendekatan salah satunya dengan cara meningkatkan taraf ekonomi mereka. Apalagi banyak dari para mantan teroris yang tidak diterima oleh masyarakat dengan baik atau wajar. "Kami bantu supaya ekonomi mereka membaik," kata dia.
Simak: Bom Bandung, Pelaku Tewas dan Langsung Diotopsi
Brigadir Jenderal Hamidin, salah satu pembicara dalam kegiatan Sarasehan Pencegahan Gerakan Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Penggiat Dunia Maya di Alana Hotel Yogyakarta itu menyatakan di suatu forum pengajian juga sering ada yang menjelaskan soal tindakan kepada orang yang di luar agamanya dengan kekerasan.
Seorang bapak yang menjelaskan soal kehidupan beragam justru dikoreksi oleh anaknya yang berpaham radikal. "Bapaknya menerangkan dengan baik dikoreksi anaknya secara radikal untuk memenggal kepala," kata dia.
MUH SYAIFULLAH