TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan tak terburu-buru menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan operasi kapal Anchor Handling Tug Supply Pertamina. Menurutnya, Kejaksaan Agung memilih untuk bekerja secara hati-hati.
"Bertahap prosesnya. Penyidikan masih berjalan," ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di kompleks Kejaksaan Agung, Rabu, 22 Februari 2017.
Kejaksaan Agung tengah menyidik siapa yang berperan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan operasi kapal Anchor Handling Tug Supply (AHTS) Pertamina bernama Transko Andalas dan Transko Celebes tahun anggaran 2012-2014. Penyidikan itu mengacu pada audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan proses pengadaan AHTS bermasalah.
Baca: Kasus Siti Aisyah, Jaksa Agung: Kami Tak Akan Melepasnya
Salah satu masalah yang dinyatakan dalam audit BPK adalah nilai pengadaan kapal yang dirasa terlalu mahal, yaitu US$ 28 juta. Padahal, menurut BPK, harga kedua kapal AHTS itu seharusnya hanya US$ 14 juta. Bahkan, kedua kapal itu diserahkan terlambat dari yang seharusnya pada Mei dan Juni 2012 menjadi Agustus dan Oktober 2012 dengan nilai denda tak tertagih US$ 875 ribu. Hal itu, menurut BPK, berujung pada kerugian negara.
BPK menduga mahalnya harga kedua kapal itu karena proses pengadaan yang tidak mengacu pada parameter jelas. Beberapa hal yang tak jelas meliputi metode pengadaan kapal hingga tak ada batasan nilai dan harga perkiraan sendiri.
Simak: Pencucian Uang Wali Kota Madiun, KPK Intensifkan Pemeriksaan
Kejaksaan Agung sudah memeriksa sembilan saksi, termasuk mantan Direktur PT Pertamina Transkontinental yang juga mantan Wakil Direktur Pertaminan Ahmad Bambang. Ahmad Bambang diperiksa pada Senin lalu selama sembilan jam untuk dimintai keterangannya perihal proses pengadaan kapal. Adapun menurut Bambang seusai pemeriksaan, Kejaksaan menggunakan audit BPK yang belum final.
Prasetyo membenarkan bahwa Kejaksaan Agung akan kembali mengecek audit BPK yang mereka gunakan untuk menyidik perkara pengadaan AHTS ini. Hal ini untuk merespon pernyataan Bambang bahwa Kejagung seharusnya menggunakan hasil audit BPK yang final.
Lihat: Ipar Jokowi & Suap Pajak (1), Ternyata Arif Pernah Diperiksa
"Kami masih menunggu hasil audit BPK. Kita lihat perkembangannya. Kalau bukti-bukti lain dirasa cukup, kenapa tidak (menetapkan tersangka)," ujarnya.
ISTMAN M.P.