TEMPO.CO, Jakarta - Ahli agama Islam dari PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas, mengatakan kata auliya dalam Surat Al-Maidah ayat 51 lebih tepat dimaknai sebagai seorang pemimpin.
Baca Juga:
Sidang Ahok, Jalan Depan Kementan Sepi dari Massa
Ahli Agama: Ucapan Ahok Terindikasi Menyesatkan Umat
"Paling tepat pemimpin," kata Yunahar saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa, 21 Februari 2017.
Kata auliya dalam ayat tersebut beberapa kali dipertanyakan dalam persidangan. Sebab, dalam Al-Quran dan terjemahan yang beredar di Indonesia, ada dua versi makna kata auliya, yaitu teman setia dan pemimpin. Dalam bahasa arab sendiri, kata auliya memiliki sekitar 10 makna.
Menurut Yuniar, terjemahan Surat Al Maidah ayat 51 adalah 'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim'.
Yunahar menuturkan, jika 'auliya' dalam Surat Al-Maidah ayat 51 diterjemahkan sebagai teman setia, maka maknanya akan lebih berat. Sebab, jika diartikan teman setia, maka umat muslim dalam berteman pun tidak dibolehkan dengan Yahudi dan Nasrani. "Itu lebih berat. Padahal dalam ayat lain dinyatakan tidak masalah," kata dia.
Menurut Yunahar, Allah tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang nonmuslim yang tidak mengusir dan memerangi kaum muslim.
Yunahar mengatakan, larangan memilih pemimpin nonmuslim dalam hukum agama Islam adalah haram. Larangan ini disebut haram karena diikuti ancaman. Sebaliknya, jika tidak diikuti ancaman maka termasuk makruh.
Dalam Surat Al-Maidah ayat 51 dan Surat An-Nisa ayat 144, menurut Yunahar, ada ancamannya. "Barang siapa di antara kalian yang loyal pada Yahudi dan Nashara (Nasrani) berarti dia termasuk Yahudi dan Nashara," ujarnya.
Yunahar mengatakan, ancaman dalam Surat An-Nisa lebih keras lagi. Bunyi ayat itu 'Hai orang-orang beriman, jangan kamu mengambil orang kafir sebagai pemimpin dengan meninggalkan orang beriman. Apakah kalian ingin memberikan kepada Allah alasan yang nyata untuk mengadzabkannya'.
Baca Juga: Soal Fatwa MA tentang Ahok, Ini Kata PP Muhammadiyah
Menurut dia, hal tersebut bermakna ada pilihan untuk memilih atau tidak memilih pemimpin kafir. "Berarti ada pilihan. Lalu dia pilih yang kafir dan mukmin ditinggalkan. Ancamannya, 'apakah kalian ingin memberikan kepada Allah alasan yang nyata untuk mengadzabkannya'. Karena diikuti ancaman keras maka larangan haram," kata Yunahar.
FRISKI RIANA