TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftachul Akhyar mengatakan ucapan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang mengutip Surat Al-Maidah ayat 51 kemudian dianggap menistakan agama tidak perlu melakukan tabayun atau klarifikasi.
“Tabayun tidak bisa dialamatkan kepada mereka yang nonmuslim,” ucap Miftachul saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa, 21 Februari 2017.
Baca: Pengacara Ahok Ajukan Pertanyaan Soal Teroris Kutip Al-Quran
Ahli agama itu menjelaskan, selama ini, banyak orang telah keliru dan salah alamat dalam menyebut tabayun. Sebab, praktek tabayun hanya bisa dilakukan di antara sesama muslim. Kuasa hukum Ahok, Humphrey Djemat, langsung meminta penegasan Miftachul. “Jadi hanya berlaku pada muslim?" ujar Humphrey.
Miftachul menuturkan ada ayat dalam Al-Quran yang menerangkan demikian. “Kaidahnya begitu. Tabayun itu di antara sesama muslim,” ucap Miftachul sembari mengatakan yang menjadi obyek tabayun adalah sesuatu yang tidak jelas.
Baca juga: Fatwa MA Status Ahok, Ini Pesan Ketua Umum PP Muhammadiyah
Untuk nonmuslim, ujar Miftachul, tabayun dilakukan melalui berita yang menyebar dari tetangga atau tokoh yang mendengar. Dalam kasus Ahok, tutur Miftachul, tabayun cukup dilakukan melalui berita yang menyebar secara viral.
Miftachul menjelaskan, dalam ilmu hadis, ada riwayat mutawatir, yang maksudnya ada berita atau kabar yang sudah viral, semua orang mendengar dan membicarakannya, sehingga mustahil ada kebohongan.
Namun Humphrey menilai berita viral saat ini identik dengan berita hoax atau bohong. “Apakah tidak perlu tanya kepada orang yang langsung mendengar pidato di Kepulauan Seribu?” tutur Humphrey.
Miftachul mengatakan ucapan Ahok dari sebuah video di YouTube yang diunggah akun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa dideteksi keasliannya. “Semua mengatakan asli. Itu sudah mencukupi dengan berita kategori mutawatir,” ucap Miftachul.
FRISKI RIANA