TEMPO.CO, Purwakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menganggap Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tak memiliki keberanian mengeluarkan diskresi soal rekrutmen Aparatur Sipil Negara.
Koordinator Desa Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM, Djayadi Damanik, mengatakan, proses penerimaan Aparatur Sipil Negara harus berlaku azas hak mereka yang tak sama diperlakukan sama.
"Bupati Purwakarta mengilustrasikan seorang sopir stoomwals semestinya tidak harus mengikuti testing fomal seperti calon ASN yang akan bekerja sebagai staf," kata Damanik, saat ditemui Tempo seusai diskusi dengan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dan para kepala dinas dan badan di Bale Nagri, Senin, 20 Februari 2017.
Baca : Bupati Madiun Minta Moratorium Guru CPNS Dihentikan, Sebabnya...
Damanik menegaskan, ke depan harus ada keberanian dari Kemenpan-ARB untuk mengeluarkan diskresi. Jika tidak, dia menganggap rekrutmen itu melanggar HAM. "Tapi, soal itu tidak cuma berlaku di institusi pemerintahan tapi juga swasta," kata Djayadi.
Meski dikhawatirkan ada pelanggaran HAM, Komnas tak bisa mengeluarkan rekomendasi. Damanik beralasan, rekomendasi baru bisa dibuat setelah ada pengaduan dari masyarakat. Tapi persoalan testing penerimaan ASN atau Pegawai Negeri Sipil itu akan dibawa ke pimpinan Komnas HAM.
Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, sebelumnya mengusulkan pemerintah pusat melalui menegubah formula penerimaan ASN. Sebab, proses penerimaan ASN dinilai tidak adil. "Misalnya guru sukwan yang sudah bertugas selama 15-20 tahun, materi testingnya disamakan dengan calon yang baru lulus S1 atau sopir stoomwals, tukang sapu diwajibkan testing melalui komputer, kan kasihan dan jelas nggak bakalan lulus," kata dia.
NANANG SUTISNA
Simak juga : Pemuda Muhammadiyah Minta Ahok Dicopot, Jokowi: Tunggu Sidang