TEMPO.CO, Surabaya - Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo, mengatakan calon gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok perlu belajar eufemisme atau penghalusan dalam bertutur kata jika ingin menang dalam putaran kedua Pilkada DKI.
“Pak Ahok perlu meng-eufemismekan bahasa yang digunakan selama ini,” kata Suko Widodo saat dihubungi Tempo, Sabtu 18 Februari 2017.
Suko mengatakan, sesungguhnya Ahok sudah memiliki atraktif yang sangat baik. Hanya saja, apabila atraktif tersebut diimbangi dengan pemilihan gaya komunikasi yang lebih halus, maka Ahok bisa melahirkan simpati yang lebih besar dari masyarakat.
Baca juga:
Sulit Dukung Ahok, PAN: Bukan Soal Agama dan Suku, tapi...
Jika Jokowi dan SBY Bertemu, Konstelasi Pilkada Bisa Berubah
Suko juga menambahkan, mesin partai sebenarnya tidak terlalu dominan dalam mengantarkan suara, namun peran tokoh itu sendiri lebih penting dalam pemilihan gubernur. Dia menambahkan, Ahok sudah memiliki atraktif yang luar biasa sebagai modal utama, tinggal bagaimana cara dia untuk menyajikan. “Pak Ahok itu ibaratnya seorang koki yang handal, namun tidak pandai menyajikan,” kata Suko.
Gaya berbicara Ahok tersebut, menurut Suko, cenderung egaliter dengan generasi muda. Pemilih pemula atau generasi Z itu memang banyak menyukai gaya berbicara yang interaktif. “Mereka memang menyukai itu, ceplas ceplos dan blak-blakan,” kata Suko.
Simak juga:
Menerka Arah Suara Pendukung Agus di Putaran Dua Pilkada DKI
Ahok-Djarot vs Anies-Sandi, Begini Pertarungan Berebut Suara
Ahok maju dalam Pilkada DKI putaran kedua bersama dengan Djarot Saiful Hidayat, menghadapi pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Menurut Suko, memang tidak mudah bagi Ahok untuk mengubah gaya bicaranya. Tapi, “Pemimpin harus pintar berkomunikasi politik,” kata Suko.
JAYANTARA MAHAYU