TEMPO.CO, Kediri -Kantor Imigrasi Kelas III Kediri memperketat pemberian paspor untuk mencegah perdagangan manusia di luar negeri. Sebanyak 31 pemohon ditolak saat mengurus izin kunjungan ke luar negeri karena diindikasi rawan menjadi korban sindikat internasional.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas III Kediri M. Tito Andrianto mengatakan petugasnya tak akan memberi kelonggaran sedikitpun dalam pengurusan paspor. Setiap pemohon dipastikan mengikuti sesi wawancara dan penelitian berkas administrasi dengan ketat. “Sudah 31 pemohon yang kita tolak sejak Januari hingga saat ini,” kata Tito, Kamis 16 Februari 2017.
Tito menjelaskan praktik perdagangan manusia dengan modus pengiriman tenaga kerja tengah menjadi perhatian pemerintah. Biasanya sindikat ini mengincar calon tenaga kerja baru yang tak cukup memiliki pengetahuan dan pengalaman bekerja di luar negeri. Karena itu Tito memastikan setiap calon TKI yang tak memenuhi syarat akan dihentikan pengurusan paspornya.
Baca : Cuitan Babu, Fahri Hamzah Kembali Dilaporkan ke MKD
Salah satu syarat yang kerap mengganjal keberangkatan mereka adalah surat rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja setempat. Menurut Tito, surat ini menunjukkan status legalitas calon tenaga kerja dan kejelasan nasibnya di luar negeri. Setiap calon TKI, baik calon tenaga kerja baru maupun tenaga kerja lama yang hendak kembali melancong akan mengantongi surat ini. “Tidak ada surat rekomendasi langsung kita tolak,” tegas Tito.
Tak hanya Imigrasi, menurut Tito, seluruh pintu keluar airport, seaport dan borderland juga melakukan pencegahan pemberangkatan calon tenaga kerja yang tak procedural. Pengetatan ini dilakukan bukan untuk menghalangi kesempatan bekerja, tetapi justru melindungi mereka dari sindikat perdagangan manusia.
Wilayah Kediri dan sekitarnya selama ini cukup banyak menyumbang keberangkatan tenaga kerja Indonesia ke berbagai Negara. Meski pemerintah gencar melakukan sosialisasi aturan ke luar negeri, namun tak sedikit yang tergiur untuk berangkat meski tak memiliki kelengkapan persyaratan.
Simak pula : Wahid Foundation: Lebih Dari 60 Persen Aktivis Rohis Siap Jihad
Biasanya pihak sponsor yang memberangkatkan juga mengiming-imingi dengan upah tinggi dan siap memanipulasi data calon tenaga kerja. “Untuk yang seperti ini akan ketahuan saat wawancara di kantor kami,” kata Tito.
Pengetatan aturan ke luar negeri tersebut tak menuai protes dari masyarakat. Mereka justru berharap pemerintah lebih mampu melindungi tenaga kerja Indonesia dari potensi kejahatan maupun penganiayaan yang masih sering terjadi.
Rendahnya pengetahuan calon tenaga kerja dan keluarganya dianggap menjadi faktor dominan dalam keberangkatan tenaga kerja illegal. “Mau cari kerja di Indonesia juga susah dengan ijasah rendah,” kata Sulis, bekas TKW yang memilih pulang lantaran kontraknya habis.
HARI TRI WASONO