TEMPO.CO, - Surabaya – Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, Fahrul Muzzaqqi, mengatakan laga Pilkada serentak 2017 akan banyak diikuti oleh pemilih generasi Y. Menurut dia, sebagai pemilih pemula, mereka banyak terlibat aktif mengenai isu-isu politik belakangan ini melalui media sosial.
Antusiasme di media sosial tersebut, "Kemungkinan besar berbanding lurus dengan partisipasi memilih," kata Fahrul saat dihubungi Tempo, Senin 13 Februari 2017.
Fahrul optimistis angka golput untuk Pilkada serentak 2017 yang diselenggarakan pada 15 Februari relatif menurun. “Dibanding 2015 kemarin, saya melihat tahun ini partisipasinya relatif naik,” ucapnya.
Baca juga:
Pilkada DKI, Tiap Kandidat Punya Aplikasi untuk Awasi Suara
Semester Pertama, Apple Mulai Bangun Pusat Riset di Indonesia
Pilkada Batu, KPU Bikin Sayembara untuk Kurangi Golput
Beberapa faktor pendukungnya antara lain, Fahrul menuturkan, penetapan hari Pilkada serentak 2017 sebagai hari libur nasional. Hal ini akan memudahkan para pemilih untuk memberikan suaranya. Selain itu, sosialisasi yang dari setiap pasangan calon juga turut mempengaruhi turunnya angka golput. “Antusias mereka sangat terasa dan itu bisa saja berlanjut hingga hari H,” ujar Fahrul.
Untuk menurunkan angka golput, Fahrul melanjutkan, seharusnya menjadi PR besar bagi partai politik. Idealnya, partai politik harus selalu memperkuat hubungan dengan pemilih agar loyalitas tetap terjaga. Menurut dia, loyalitas pemilih rendah karena tidak adanya keterikatan antara pemilih dengan partai politik.
“Biasanya kalau habis pemilihan terputus dan menjelang pemilihan didekati lagi, harusnya tidak demikian,” tutur Fahrul.
Ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu, Fahrul berujar, sebenarnya membawa dampak positif terhadap eksistensi partai politik. Fahrul melihat bahwa partai politik pada momen seperti itu menjadi pusat perhatian masyarakat. Berbagai isu yang muncul di media menghadirkan rasa keingintahuan dari masyarakat. Hal demikian, kata dia, bisa menjadi momentum setiap partai politik untuk memelihara kepercayaan pemilih atau malah sebaliknya.
“Riuhnya media sosial bisa menjadi ajang pendekatan dengan pemilih,” ujar Fahrul.
JAYANTARA MAHAYU | NIEKE