TEMPO.CO, Malang - Transaksi politik uang atau money politics berpotensi terjadi di 141 tempat pemungutan suara (TPS) Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batu Periode 2017-2022.
Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Batu Salma Safitri mengatakan, peta potensi kerawanan politik uang sengaja diungkap agar semua pemangku kepentingan atau stakeholders bisa bersama-sama mengantisipasinya. “Pengawas di seluruh TPS pun sudah kami bekali dengan pengetahuan pengenalan karakter dan ciri politik uang di tempatnya bertugas,” kata Salma, Senin, 13 Februari 2017.
Baca juga:
Marak isu SARA dan Hoax, Alumni-Santri Lirboyo Istigotsah
Siapa Saja Kandidat Ketua Mahkamah Agung
Kota Batu menjadi satu-satunya daerah di Provinsi Jawa Timur yang mengikuti pemilihan kepala daerah serentak bersama 17 kota lainnya, serta 76 kabupaten, dan 7 provinsi. Pemungutan suara serentak dilakukan pada Rabu, 15 Februari 2017.
Warga Batu yang masuk dalam daftar pemilih tetap berjumlah 147.975 dan mereka berhak menyalurkan hak pilihnya melalui 420 TPS. Potensi atau kerawanan politik uang di 141 berarti setara dengan 34 persen dari seluruh jumlah TPS. Seluruh TPS tersebar di tiga kecamatan, yakni Batu, Bumiaji, dan Junrejo.
Salma menuturkan, potensi terbesar kemunculan politik uang ada di 48 atau 24,87 persen dari 193 TPS di Kecamatan Batu. Potensi terjadinya politik uang di Bumiaji mencakup 47 atau 37 persen dari 127 TPS. Sedangkan potensi serupa ada di 46 atau 46 persen dari 100 TPS di Junrejo.
Berdasarkan pemetaan yang dibuat Panitia Pengawas—salah satunya berdasarkan pengalaman pemilihan kepala daerah sebelumnya—diketahui, potensi tersebut berpeluang terjadi karena masyarakat di dekat TPS pendidikan dan taraf hidupnya rendah; masyarakatnya cenderung transaksional dalam memilih, serta masyarakat di dekat tempat-tempat pemungutan suara tadi merupakan basis massa kontestan pemilihan kepala daerah.
Baca juga:
Pilkada Rawan Politik Uang, Pelaku akan Dijerat Pidana
Mahkamah Agung Menjelang Pemilihan Ketua, Ini Evaluasinya
Salma memastikan seluruh TPS tadi diawasi ketat. Pengawasan yang sudah berjalan pun tidak hanya berfokus pada TPS dan pihak-pihak yang terkait langsung dengan pemilihan kepala daerah, terutama para kontestan dan tim suksesnya, tapi juga pihak lain yang tidak terkait langsung dengan pemilihan seperti para petaruh atau botoh.
Sampai penjual sayuran pun diawasi Panitia Pengawas. Salma bercerita, pernah ada kejadian penjual sayur yang dijadikan alat pelaksanaan money politic. Dagangan si penjual sayur diborong pelaku. Penjual sayur tetap berkeliling kampung dan membagi-bagikan sayurannya secara gratis kepada ibu-ibu tanpa lupa menyebutkan kandidat yang telah memborong sayurannya.
Antisipasi yang lain, Panitia Pengawas bersama Komisi Pemilihan Umum bersepakat melarang pemilih membawa telepon genggam. Pernah ada kejadian pemilih yang memotret kertas suara yang sudah dicoblosnya dan fotonya kemudian dikirim ke tim sukses kandidat tertentu.
Karena itu, Salma sangat berharap masyarakat berani melaporkan praktek kotor tersebut ke Tim Penegak Hukum Terpadu. Aktivis perempuan ini menegaskan, pelapor kecurangan politik uang dijamin mendapat perlindungan dari Panitia Pengawas dan Kepolisian Resor Batu.
Baca juga:
Diperiksa Polda Jabar, Rizieq Syihab Bawa Tesis Merah Marun
Beyonce Mengeksplorasi Tubuh Hamil untuk Kepentingan Artistik
Pemilihan Wali Kota Batu 2017 diikuti empat pasangan, satu pasangan di antaranya pasangan independen. Pasangan nomor urut 1, Rudi dan Sujono, diusung Partai Amanat Nasional, Partai Nasdem, dan Partai Hanura. Pasangan nomor urut 2, Dewanti Rumpoko dan Punjul Santoso, dijagokan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Lalu, duet Hairuddin dan Hendra Angga Sonatha yang dicalonkan Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Demokrat bernomor urut 3. Sedangkan pasangan independen bernomor urut 4 adalah Abdul Majid dan Kasmuri Idris.
ABDI PURMONO