TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian mengatakan kepastian hukum untuk masyarakat lebih terjamin dengan adanya Sistem Penanganan Perkara Terpadu berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI). Menyangkut penggunaan sistem ini, Polri telah menandatangani kesepakatan kerja sama dengan perwakilan delapan kementerian dan lembaga yang terkait dengan hukum.
Tito memastikan masyarakat akan mendapat akses informasi untuk memantau penanganan perkara, mulai penyelidikan hingga penyidikan. Namun akses itu disediakan terbatas hanya pada proses pengiriman berkas.
"Jadi yang online ini sifatnya yang umum (saja), seperti kasus yang masuk polisi. Bisa diakses, apakah (penanganan) kasus jalan betul atau tidak," ucap Tito seusai penandatangan nota kesepahaman SPPT-TI di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin, 13 Februari 2017.
Baca juga:
Periksa Rizieq, Polda Jabar: Kalau Tak Berbelit, Cepat
Munarman FPI Diperiksa Polda Bali Besok
Menurut Tito, SPPT-TI memperkuat pengawasan terhadap sirkulasi berkas perkara, misalnya dari kepolisian ke kejaksaan. "Kalau tak jalan, surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) tak sampai ke jaksa, berarti polisinya main-main, disimpan kasusnya," ujarnya.
Sistem SPPT-TI, tutur dia, juga dapat digunakan untuk mengawasi, baik saat berkas perkara masuk kejaksaan maupun ketika naik ke tingkat pengadilan. Hal ini, kata Tito, sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi bahwa SPDP harus diserahkan selambat-lambatnya tujuh hari setelah penyelidikan dinyatakan naik tingkat ke penyidikan.
Yang dimaksud Tito adalah putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi atas permohonan uji materi nomor perkara 130/PUU-XIII/2015. Dalam putusan yang dibacakan pada 11 Januari 2017 itu, SPDP pun harus diserahkan polisi kepada pihak terlapor dan korban, tak hanya kepada kejaksaan.
"Jadi polisi tak bisa mainkan kasus, karena semua harus ada ending (penyelesaian kasus)," tutur mantan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya itu.
Sistem SPPT-TI pun mempermudah pengawasan antarpihak. "Masyarakat bisa menelusuri, bisa diakses tanpa perlu ke kantor polisi. Polisi juga tak perlu ketemu jaksanya."
Sementara itu, menurut Jaksa Agung M. Prasetyo, SPPT-TI mencegah munculnya kasus mangkrak. Dia mengaku pihaknya sudah memiliki program serupa yang terkoneksi dengan Polri.
"Sudah ada case management system (antara Polri dan Kejagung). Nah, sekarang dikembangkan dengan Mahkamah Agung dan pihak lain," kata Prasetyo seusai acara yang sama.
Sistem online, ucap dia, membuat penanganan perkara lebih transparan. "Akan kelihatan di mana macetnya. Masyarakat bisa tanya kenapa SPDP, sudah dikirim berkasnya tak sampai atau terlihat yang masih bolak-balik," katanya.
Nota kesepahaman itu ditandatangani delapan pihak. Mereka adalah Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dan Lembaga Sandi Negara
YOHANES PASKALIS