TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Perusahaan PT Semen Indonesia Agung Wiharto menyatakan massa yang membakar tenda dan musola milik petani Rembang penolak pabrik semen bukan pekerja pabriknya.
"Saya dapat informasi, itu (yang membakar) orang yang pro ke kami," kata Agung kepada Tempo saat dihubungi, Sabtu, 11 Februari 2017.
Agung mengklaim sekitar 90 persen penduduk di Rembang mendukung berdirinya pabrik semen di sana. Akibatnya, warga yang pro dan kontra berhadapan satu sama lain. "Bahkan kami dibilang tidak usah ikut campur, karena itu urusan warga," ucapnya.
Baca juga:
SBY Bernyanyi: Tuhan Kirimkan Aku, Gubernur Baik Hati
Mau Curcol di Medsos Gara-gara Putus Cinta? Cek Dulu Kiatnya
Agung menjelaskan, saat ini, pihaknya sama sekali tidak mengoperasikan pabrik semen di Rembang. Alasannya, izin lingkungannya sudah dicabut Gubernur Jawa Tengah, ditambah pabrik tersebut belum selesai pembangunannya. "Pabrik itu baru dibangun 98 persen, bagaimana bisa beroperasi," ujarnya.
Aktivitas penambangan pun belum dilakukan. Agung menuturkan hal yang sekarang dilakukan pihaknya adalah pengamanan dan perawatan terhadap alat-alat yang bernilai Rp 5 triliun. "Mesin-mesin itu kami rawat," ucapnya.
Agung mengatakan, setelah izin pembangunan dicabut, PT Semen Indonesia merumahkan 3.000 pekerja. Karena itu, dia menyatakan semua aktivitas, selain aktivitas pengamanan alat-alat, sudah diberhentikan pihak PT Semen Indonesia.
Sebelumnya, Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Joko Prianto menyatakan ada pembakaran tenda perjuangan dan musala para petani penolak pabrik semen di Rembang. Dia menjelaskan, kejadian itu terjadi kemarin malam dan diduga dilakukan pekerja pabrik semen. (Baca: Tenda Perjuangan Tolak Pabrik Semen Rembang Dibakar)
DIKO OKTARA