TEMPO.CO, Bandung - KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menjadikan Jawa Barat piloting untuk gerakan nasional penyelamatan SDA (sumber daya alam). “Kami datang untuk membantu pemerintah daerah agar bisa menyelesaikansemua persoalan-persoalan sumber daya alam, untuk Jawa Barat yang paling menonjol itu air,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang selepas pencanangan itu di Gedung Sate, Bandung, Jumat, 10 Februari 2017.
Saut mengatakan, lembaganya akan melakukan monitoring penyelesaian masalah dalam pengelolaan di sektor sumber daya alam. “Kalau nanti umpamanya kita lihat ada sesuatu yang perlu di robah tapi tidak berobah juga, ya tentunya akan ada penindakan,” kata dia.
Baca juga:
KPK: Sulawesi Selatan Urutan 7 Terbanyak Kasus Korupsi
Menurut Saut, KPK sudah menyiapkan rencana detilnya penanganan yang akan dilakukan dari studi monitoring yang telah dilakukan lembaga itu. “Selama ini kita melakukan pembinaan dan pencegaha, ke depan kita fokus ke penindakan. Kalau tidak akan semakin jeleks situasinya,” kata dia.
Saut mengatakan, gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam dimulai di Jawa Barat, dan akan disusul gerakan serupa di provinsi lainnya di Indonesia. “Kita harapkan Jawa Barat ini bisa menjadi contoh karena kompleks, dekat dengan ibukota, kemudian ada gunung, laut, pantai, disitu kompleks masalahnya sehingga bagus dijadikan contoh,” kata dia.
Baca pula: Suap E-KTP, KPK Periksa Direktur Kemkominfo
Menurut Saut, dalam program ini KPK juga akan meneliti kasus-kasus lingkungan yang mangkrak. “KPK akan mensupevisi penegak hukum yang lain, kita koordinasi dengan teman-teman kejaksaan dan kepolisian, kasus yang tidak selesai akrena apa, itu akan kita pelajari,” kata dia.
Sejumah dinas mempresentasikan sejumlah langkah yang tengah disiapkan bersama KPK. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Barat Eddy Iskandar Muda Nasution mengatakan, tengah menata lagi perizinan sektor pertambangan yang saat ini perizinannya beralih dari pemerintah kabupaten/kota ke tangan provinsi.
Silakan baca: KPK dan Penyelamatan Sumber Daya Alam
Eddy mengatakan, data perizinana hasil evaluasi Dirjen Minerba Kementerian ESDM di wilayah Jawa Barat tercatat izin pertambangan yang ada di wilayahnya ini diterbitkan oleh 19 kabupaten/kota. Hingga saat ini Majalengka dan Kota Banjar yang belum menyerahkan data penerbitan perizinan tambang pada provinsi. “Yang sudah clear and clean atau CNC ada 330 pertambangan, dan non CNC 290 pertambangan, data yang diterima dari Dirjen Minerba di kita 620 pertambangan,” kata dia.
Menurut Eddy, data itu berbeda dibandingkan dengan data perizinan yang diserahkan oleh kabupaten/kota pada prvinsi. “Ada 653 dokumen perizinan tambang diserhakan pada provinsi, secara parsial dan bertahap, dan belum tentu juga dalam kondisi utuh. Kami masih terus melaukan evaluasi karena ada ketidak sesuaian data dengan yang ada di Dirjen Minerba,” kata dia.
Eddy mengatakan, pemerintah Jawa Barat juga masih menagih PNBP pertambangan yang sampai saat ini masih belum dibayarkan. “Ada piutang negara berupa PNBP sejak tahun 2011 sampai 2014 yang diamanatkan Dirjen Minerba erdiri dari iuran tetap dan royalti yang nilainya Rp 10,19 miliar, dan setealh diklartifikasi pada pemegang izin usaha pertambangan, terjadi koreksi pengurangan Rp 684 juta, sehingga tunggakan piutang negara yang harus ditagihkan itu Rp 9,58 miliar,” kata dia.
Dinas ESDM Jawa Barat juga tengah bersiap menertibkan penggunaan air tanah. Saat ini terdapat 5.471 perusahana yang memegang 7.242 ijin pengambilan air tanah. Volume air tanah yang digunakan dalam setahunnya 151,636 juta meter kubik per tahun 2016. Eddy mengatakan, belum semua daerah menetapkan Nilai Pengolahan Air untuk menghitung besaran pajak air tanah. Nilai pajak air tanah yagn dibayarkan setahunnya menembus Rp 14,5 miliar. “Data ini bisa begerak lebih besar karena belum terdata dengan baik,” kata dia.
Kepala Dinas Sumber Daya Air Jawa Barat Nana Nasuha mengatakan, penggunaan air permukaan untuk bahan baku masih belum maksimal. Dari 48 miliar meter kubik per tahun potensi air permukaan, yang baru dimanfaatkan hanya 14,4 miliar meter kubik. Dari jumlah itu mayoritas yakni 13,5 miliar kubik dipergunakan untuk irigasi. “Pemanfaatan air non irigasi untuk industri, rumah tangga dan lainya dalam setahun hanya 872 juta meter kubik, masih dibawah 1 miliar meter kubik,” kata dia, Jumat, 10 Februari 2017.
Nana mengatakan, izin yang diterbitakan untuk penggunaan air permukaan hingga saat ini berjumlah 781 surat izin. “Nilai perolehan air yang kami hitung berada di kisaran Rp 380m iliar. Kalau dihitung pajak air permukaan sesuai pertauran perundangan yakni 10 persen dari nilai perolehan air itu, sekitar Rp 38 miliar,” kata dia. Salah satu kendalanya, belum semua memiliki water meter untuk menghitung penggunaan air permukaan.
Kepala Dinas Lingungan Hidup dan Daerah Jawa Barat Anang Sudarna mengatakan, permasalahan air yang dihadapi salah satunya soal pencemaran sungai oleh industri. Pemerintah provinsi telah menginiasi pendirian satuan penegakan hukum lingkungan terpadu untuk menangani diantaranya masalah pencemaran sungai.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, tujuan pembangunan yang dilakukan untuk megnurangi kemiskinan, pengangguran, sekaligus melestarikan alam. “Tiga hal itu yang menjadi ujung dari semua jenis pembangunan,” kata dia, Jumat, 10 Februari 2017.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengatakan, pembangunan tidak boleh merusak alam. “Kita bisa memanfaatkan alam, kita lakukan pengembangan gekonmi tanpa merusak alam. Itu bisa asal kita mau,” kata dia.
AHMAD FIKRI