TEMPO.CO, Manado - Cerita mendebarkan mengiringi proses persalinan Anoa bernama Denok, yang ada di penangkaran alami Anoa Breeding Center Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Kota Manado, SUlawesi Utara, Selasa, 7 Februari 2017.
Proses persalinan hewan yang masuk kategori populasi kritis ini begitu mendebarkan, karena ternyata kondisi bayi Anoa dalam posisi Distoksia atau dalam istilah manusia sungsang. Hal ini menyebabkan induk Anoa Denok kesulitan untuk melahirkan.
"Padahal proses kontraksi sudah terjadi sejak pukul 14.10 Wita. Anoa Denok sendiri baru bisa melahirkan pada pukul 17.20 Wita," tutur Drh Adven TAJ Simamora, dokter Balai saat menggelar konferensi pers terkait kelahiran Anoa ini Rabu 8 Februari 2017.
Menurut Adven, awalnya mereka hanya memantau dan membiarkan secara alami proses persalinan tersebut. Apalagi pada pukul 15.50 Wita, kaki bayi Anoa sudah terlihat keluar. "Tapi setelah beberapa lama ternyata tak kunjung melahirkan," tutur dokter Adven.
Mereka mulai melakukan penanganan dengan melakukan reposisi dan penarikan bayi Anoa yang sungsang tersebut pada pukul 17.16. Empat menit kemudian bayi Anoa lahir.
"Tentunya penanganan ini sesuai dengan SOP agar induk Anoa tidak stres. Selain itu, kami tegaskan tidak ada perlakuan kasar, karena ini juga bisa membuat bayi maupun induk Anoa menjadi tidak nyaman," tutur Adven.
Kelahiran bayi Anoa berjenis kelamin laki-laki ini begitu disambut sukacita. Hal ini begitu tampak dalam pemutaran video proses kelahiran, di mana usai bayi Anoa dibersihkan dari sisa persalinan, tampak dokter Adven menciumi bayi Anoa tersebut berulang-ulang dengan mimik wajah bahagia. Tindakan ini juga diikuti para tenaga balai yang tampak begitu bahagia.
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dodi Garnadi sendiri menjelaskan jika kebahagiaan tim, dikarenakan kelahiran alami Anoa ini merupakan pertama yang benar-benar sukses, dimana bayi Anoa lahir dengan selamat dan sehat hingga saat ini.
Anak Anoa yang lahir dengan berat 5,2 kilogram dan panjang 49 sentimeter ini, merupakan kelahiran ketiga, dimana 2 sebelumnya bayi anoa meninggal seusai persalinan.
"Pertama 16 Agustus 2015 meninggal karena tidak ada dokter, kemudian tanggal 23 Juni 2016 meninggal karena ternyata Anoa harus dipindahkan ke kandang besar, agar mereka bisa sesuai habitat mereka," kata Garnadi kembali.
Dengan lahirnya bayi Anoa ini, Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memiliki 8 Anoa dengan perincian 6 Anoa Betina dan 2 Jantan.
ISA ANSHAR JUSUF