TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pemerintah harus berhati-hati jika negara hanya menekankan aspek stabilitas politik. Terlebih, menurut SBY, jika stabilitas politik terjadi dibarengi dengan operasi dari pemerintah.
"Sejarah menunjukkan, jika melakukan hal itu, pemerintah tak akan survive, berakhir dramatis," kata SBY saat berpidato dalam acara Dies Natalis ke-15Partai Demokrat di Jakarta Convention Center, Senayan, Selasa, 7 Februari 2017.
Baca juga:
Anti-Makar, SBY: Dukung Jokowi Selesaikan Masa Jabatannya
SBY Minta TNI, BIN, dan Polri Netral dalam Pemilihan Umum
SBY menuturkan, selama 10 tahun memimpin Indonesia, dia sering menghadapi kondisi politik yang panas, sinis kepadanya, bahkan ada gerakan cabut mandat, tapi dia tak mengkategorikan itu sebagai makar.
Baca pula: SBY: Terlalu Dini Bicara Pemilu 2019
Meskipun SBY mengaku sempat mendapat godaan dari pihak tertentu untuk berlaku keras dan tegas kepada orang-orang itu. Namun dia menjelaskan, kalau hal itu tidaklah benar. "Kalau gunakan emosi saya, sepertinya mereka benar, tapi pikiran saya berkata lain," kata dia.
Silakan baca: SBY: Jangan Ada Islamophobia dan Kristenphobia di Indonesia
Godaan tersebut, kata SBY, mengatakan demokrasi tidak cocok dengan Indonesia karena hanya akan membuat gaduh. Kondisi politik yang gaduh, kemudian akan berimbas terhadap ekonomi yang sulit tumbuh. "Kalau pemerintah dapat mengerjakan programnya dengan baik, kenapa harus otoriter," ujarnya.
Kemudian, SBY bercerita soal 10 tahun masa kepemimpinannya yang saat itu ekonomi bisa berjalan dengan baik dan demokrasi tumbuh berkembang. Meski belum sempurna, SBY melihat negara harus hadir dalam demokrasi. "Negara ada otoritas hadirkan demokrasi yang teduh dan tertib," kata dia.
DIKO OKTARA
Simak:
Penerjun TNI Hilang, Tujuh Kapal Lakukan Pencarian
Penerjun TNI Hilang, Sertu Danang Namanya