TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebagai saksi dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP), hari ini, Rabu, 8 Februari 2017.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan Yasonna diperiksa untuk tersangka Sugiarto, mantan Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Baca: Menteri Yasonna Tak Penuhi Panggilan KPK, Minta Reschedule
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi dengan tersangka Sugiharto," kata Febri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu, 8 Februari 2017.
Pada pemanggilan pertama pada Jumat pekan lalu, 3 Februari 2017, mantan anggota Komisi II DPR yang membidangi urusan dalam negeri berhalangan hadir. "Oh saya minta ditunda karena kemarin baru terima suratnya dan saya hari ini ada rapat terbatas di Istana Negara," ujar Yasonna.
Soal pemeriksaan itu, Yasonna yang sebelumnya menjabat anggota Komisi II 2009-2014 Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengatakan pemeriksaan KPK terhadapnya terkait keputusan pembahasan e-KTP ketika masih menjadi anggota DPR.
Baca: Diperiksa Kasus E-KTP, Ade Komarudin: Sampaikan Apa Adanya
"Ini kan mungkin bagaimana keputusan di DPR waktu itu, saya kan anggota Komisi II. Mungkin saja proses penetapan kebijakan seperti apa, mengapa harus namanya e-KTP, mengapa harus memakai satu sistem yang nomor induk ini, mengapa harus anggarannya sebesar itu. Karena itu keputusannya di Komisi II," ucap Yasonna.
Dalam kasus korupsi e-KTP, KPK telah memanggil lebih dari 250 saksi. Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini. Selain Sugoiarto, KPK telah menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp 2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 5,9 triliun.
ANTARA
Baca juga:
Jika Pemeriksaan Kedua Rizieq Mangkir, Polisi: Kami Jemput
Disebut Melarang Aksi di Masa Tenang, Wiranto: Itu Keliru