TEMPO.CO, Makassar - Ratusan sopir mobil angkutan umum (pete-pete) se-Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar (Maminasata) mogok beroperasi sebagai aksi menolak kenaikan pajak tahunan yang mencapai 400 persen bagi kendaraan berbadan hukum atau resmi. Mereka menganggap kebijakan pemerintah Sulawesi Selatan ini sangat memberatkan sopir.
"Jadi semua angkutan umum saat ini tidak bayar pajak di bulan Januari lalu. Karena kami tidak mampu bayar. Saya jamin tidak ada sopir yang bayar," ucap Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Makassar Sainal Abidin di sela aksi demo di jembatan layang di Makassar, Senin, 6 Februari 2017.
Menurut Sainal, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentang kenaikan pajak tahunan STNK sangat memberatkan masyarakat. Sainal merincikan sebelumnya para sopir membayar pajak tahunan STNK sekitar Rp 200 ribu. Kini mereka harus mengeluarkan kocek sekitar Rp 1,2 juta per tahun.
Karena itu, Sainal mendesak Peraturan Gubernur Nomor 28 Tahun 2016 tentang perhitungan dasar pengenaan pajak kendaraan dan bea balik nama kembali diberlakukan dengan insentif pemberian pajak kendaraan angkutan umum hingga 31 Desember 2017. Dia meminta pemerintah mencabut Pergub Nomor 57 Tahun 2016 yang merupakan revisi Pergub Nomor 28 Tahun 2016. Pergub Nomor 57 Tahun 2016 membuat pajak angkot dikenakan sama dengan mobil pribadi.
"Ini bukan administrasi STNK ya, di luar dari pada administrasi STNK yang kemarin dikeluarkan oleh pemerintah di PP 60 Tahun 2016 tentang PNBP," kata Sainal.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya menuntut kehadiran aplikasi angkutan umum sistem online. Karena Sainal menilai kehadiran kendaraan berbasis online tersebut tidak resmi dan tak memiliki izin trayek.
"Sampai hari ini tidak ada penindakan, baik dari pihak pemerintah, kepolisian, lebih-lebih dinas perhubungan Makassar," ucap dia.
Sainal membeberkan saat ini jumlah angkutan umum online berkisar 2.000, yang beroperasi di Makassar dan sekitarnya. Mereka bebas mengambil penumpang dan tak memiliki argo seperti taksi pada umumnya. "Di mana kami mau mengambil penumpang angkutan umum, kalau marak mobil bersistem online. Yang persaingannya tidak sehat lagi," tutur Sainal.
Saat ini, jumlah angkutan umum khususnya di Makassar yang memiliki izin resmi dari dinas perhubungan 4.113 unit, angkutan di Maros lebih-kurang 700 unit, angkutan bandara 600 unit, angkutan daerah Sungguminasa lebih-kurang 1.000, serta angkutan konvensional 2.500 unit. "Di sini kita yang dirugikan sebagai angkutan umum," tutur dia.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan, Ilyas Iskandar, belum merespons pesan pendek maupun telepon dari Tempo. Ilyas saat ini ikut bersama Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo dalam kunjungan kerja di Australia.
DIDIT HARIYADI