TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan pembahasan panjang Rancangan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 atau RUU Anti-Terorisme mengarah pada totalitas penanganan terorisme.
"Urusan teroris kan terbatas pada kepolisian. Kalau yang melawan (hanya) polisi, atau satpam, ya tak bisa. Saat koordinasi kita semua harus total," kata Wiranto di Gedung Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin, 6 Februari 2017.
Wiranto menyoroti pentingnya keterlibatan TNI untuk penanganan terorisme. "Pelibatan TNI tak hanya menunggu, tapi terlibat dalam penanggulangan seperti di udara, di laut," ujar Wiranto.
Keterlibatan TNI itu, menurut Wiranto, masih terhambat oleh UU, khususnya pada sejumlah pasal dan istilah yang tercantum di dalamnya.
Salah satu yang diungkit Wiranto adalah istilah 'tindak pidana' pada judul RUU Anti Terorisme. Istilah itu membatasi penanganan teror hanya dalam domain penegak hukum. "Kalau dibatasi begitu bagaimana (mau total)? Musuh tak terbatas, tapi kita batasi diri."
Mantan panglima ABRI itu sebelumnya menekankan bahwa persoalan terorisme kini ada dalam sirkulasi antar-negara. "Maka perlawanannya harus total. Tidak bisa hanya kita serahkan kepada salah satu institusi di negeri ini," kata Wiranto, Jumat lalu.
Wiranto menganggap Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mumpuni untuk mengatur perencanaan menghadapi teroris, namun belum cukup untuk penanggulangan.
Wiranto memastikan pembahasan RUU tersebut segera selesai, terlebih setelah daftar inventaris masalahnya diserahkan dari Panitia Kerja RUU Terorisme di DPR RI ke pemerintah.
Menurutnya, perlu perumusan lebih jauh untuk menentukan lingkup penanganan terorisme. "Soal tarik ulur, hanya ranah polisi saja, atau apakah akan melibatkan TNI, itu semua sedang dirumuskan," kata Wiranto.
YOHANES PASKALIS